Koalisi NGO HAM Aceh Sebut Korupsi Sulit Diberantas Akibat Gagalnya Pendidikan
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Direktur Eksekutif Koalisi NGO HAM Aceh, Zulfikar Muhammad. [Foto: IST]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Perilaku korupsi dalam konteks hak asasi manusia masuk dalam kategori extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. Hal itu serupa dengan pembunuhan berbasis genocide (genosida) yaitu pembunuhan sesama suku, bangsa, warna kulit yang mengakibatkan jumlah korban jiwa yang banyak, dilakukan oleh pejabat negara, terstruktur dan sistematis.
Begitulah yang disampaikan Direktur Eksekutif Koalisi NGO HAM Aceh, Zulfikar Muhammad kepada Dialeksis.com, Jumat (5/11/2021).
"Hari ini pendiskripsian korupsi itu hanya menitikberatkan pada jumlah uang yang hilang atau kerugian negara, saya kira itu masih dalam pembicaraan yang sempit," ungkapnya.
Makna lebih luas, lanjutnya, akibat korupsi telah mengakibatkan terputusnya akses publik terhadap pembangunan. Misal, dalam pembangunan jembatan yang layak, bagus untuk digunakan oleh masyarakat dalam melakukan aktivitas kehidupannya baik akses ekonomi, pendidikan, kesehatan.
"Jika jembatan itu tidak selesai dibangun dan dikorupsi anggarannya tentu kualitasnya tidak baik mengakibatkan orang terputus akses dan jumlahnya anggaran bukan sedikit. Kondisi itulah yang dimaksud dengan extraordinary crime atau kejahatan luar biasa," jelasnya lagi.
Zulfikar mengatakan, perbandingan angka korupsi di Indonesia dengan negara maju itu tidak bisa dibandingkan secara apel to apel. Karena secara kondisi, modus, motif, secara georafik kenegaraan, tingkat kepentingan dan kesadaran, itu jauh berbeda dengan negara luar.
Menurutnya, kekurangan dari sistem pemerintahan presidensial adalah terlalu panjangnya tingkatan birokrasi untuk mengurus berbagai surat menyurat. Akibatnya, adanya celah atau upaya-upaya yang menjerus kepada korupsi tersebut.
"Misalkan anggaran APBN terkait tanggap darurat bencana banjir, kalau itu di korupsi orang yang sudah terkena bencana tentu tidak bisa mengakses baik bantuan maupun pemulihan rehab rekonnya dan itu yang disebut dengan extraordinary crime," tegasnya.
Ia juga menguraikan penyebab korupsi sulit diberantas di Tanah Air ini. Pertama, gagalnya pendidikan yang ada di republik ini, karena kasus membuktikan bahwa 80 persen pelaku korupsi ini orang yang telah mengecap dirinya telah hebat di perguruan tinggi.
Kedua, lanjutnya, kesadaran semua pihak termasuk publik terkait dengan urusan korupsi harus jadi musuh bersama, tetapi dikalangan masyarakat saat ini belum terbangun emosi atau analisis sosial kalau korupsi itu musuh bersama. Bahkan keluarga atau mantan koruptor lebih dihormati dari pada orang yang mempertahankan kejujuran tapi miskin.
Ketiga, belum sepenuhnya pejabat-pejabat di Indonesia ini menempatkan unsur spiritual atau agama dalam setiap aktifitas atau kerja-kerjanya.