kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Komnas HAM: Perpres 125/2016 Harus Jadi Rujukan Penanganan Pengungsi Rohingya

Komnas HAM: Perpres 125/2016 Harus Jadi Rujukan Penanganan Pengungsi Rohingya

Selasa, 05 Desember 2023 18:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Tim Pemantauan Komnas HAM RI mengunjungi 4 lokasi penampungan sementara pengungsi Rohingya, yaitu Eks Kantor Imigrasi Lhokseumawe, SKB Cot Gapu Bireuen, Pante Kulee Bate dan Mina Raya Padang Tijie Pidie. [Foto: dok. Komnas HAM]


DIALEKSIS.COM | Aceh - Merespon kedatangan ribuan pengungsi Rohingya sejak pertengahan November 2023 di sepanjang pesisir Aceh, Komnas HAM menurunkan tim pemantau ke sejumlah wilayah di Aceh, 27 November-01 Desember 2023.

Tim Pemantauan Komnas HAM RI mengunjungi 4 lokasi penampungan sementara pengungsi Rohingya, yaitu Eks Kantor Imigrasi Lhokseumawe, SKB Cot Gapu Bireuen, Pante Kulee Bate dan Mina Raya Padang Tijie Pidie.

Kepala Komnas HAM Perwakilan Aceh, Sepriady Utama menyebutkan, tim yang turun ke lapangan terdiri dari unsur Biro Dukungan Penegakan HAM Komnas HAM dan Komnas HAM Perwakilan Aceh serta dipimpin langusng oleh dirinya. 

"Sebelum ke lapangan, kami melakukan pertemuan dengan Penjabat Gubernur Aceh, Sekda dan Forkopimda Lhokseumawe, Sekda dan Forkopimda Bireuen, Pj Bupati dan Forkopimda Pidie, UNHCR dan IOM," ungkap Sepriady dalam keterangan tertulis yang diterima Dialeksis.com, Selasa (5/12/2023).

Secara umum, kata dia, Pj. Gubernur menyampaikan pemerintah Aceh dengan alasan kemanusiaan akan menampung sementara para pengungsi sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat.

Sepriady menjelaskan, hasil pertemuan dan temuan lapangan terrkait kondisi di pengungsian dan mekanisme penanganan pengungsi di 4 titik akan menjadi laporan yang dibahas dalam rapat Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM RI guna penyusunan rekomendasi kepada Pemerintah dan UNHCR.

"Terkait kedatangan para pengungsi Rohingya dan fenomena resistensi yang terjadi saat ini, semua pihak hendaknya terus melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab penanganan pengungsi dengan mengacu pada instrumen hukum yang tersedia, yaitu Peraturan Presiden No.125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri," ucapnya.

Ia melanjutkan, dalam Perpres itu, penanganan pengungsi merujuk pada ketentuan internasional yang berlaku umum dan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Semua pihak hendaknya konsisten untuk melaksanakan aturan yang tersedia, mulai dari penemuan, penampungan, pengamanan dan pengawasan keimigrasian.

"Memang perlu atensi khusus terhadap fenomena resistensi tersebut, sehingga situasi yang menempatkan atau mengakibatkan posisi masyarakat untuk berhadapan langsung dengan pengungsi dapat dihindari," tuturnya.

Dengan mempertimbangkan alasan kemanusiaan, pemerintah, UNHCR dan IOM mempunyai kewajiban untuk melakukan penanganan terhadap para pengungsi Rohingya tersebut. 

"UNHCR harus terus meningkatkan koordinasinya dengan Pemerintah Indonesia melalui Kemenko Polhukam, Kemenlu dan Satgas Penanganan Pengungsi, Pj. Gubernur Aceh, Satgas Penanganan Pengungsi Luar Negeri Provinsi Aceh, Kapolda Aceh, Bupati/Walikota terkait dan Ditjen Imigrasi," terangnya.

Sepriady juga mengimbau agar semua pihak harus memastikan pengungsi tidak meninggalkan lokasi pengungsian secara illegal/tanpa izin sebagaimana yang terjadi selama ini, karena tindakan demikian berpotensi pada terjadinya penyelundupan orang dan human trafficking.

"Komnas HAM sendiri mengapresiasi Presiden Jokowi yang telah memerintahkan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Pemerintah Daerah serta UNHCR untuk melakukan penanganan terhadap pengungsi Rohingya di Aceh," pungkasnya. [*]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda