Beranda / Berita / Aceh / Konflik Gajah dengan Masyarakat Selalu Terjadi, HMI Takengon Minta Atensi Pemerintah

Konflik Gajah dengan Masyarakat Selalu Terjadi, HMI Takengon Minta Atensi Pemerintah

Sabtu, 19 November 2022 16:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

HMI Cabang Takengon meminta atensi pemerintah daerah terhadap peristiwa konflik gajah dengan masyarakat. [Foto: ist]

DIALEKSIS.COM | Takengon - Konflik gajah dan manusia masih terus terjadi sepanjang tahun, meskipun telah banyak upaya yang dilakukan untuk menangani kasus ini, hal tersebut belum juga menyelesaikan perkara konflik manusia dengan gajah. 

Ketua HMI cabang Takengon, Agus Muliara meminta bupati untuk serius menangani konflik gajah dengan menghentikan alih fungsi hutan lindung. Saat ini, konflik gajah yang telah merugikan masyarakat diakibatkan oleh hilangnya habitat gajah. Diketahui Hutan Geunenungang yang menjadi habitat gajah di DAS Peusangan telah dirambah oleh kegiatan salah satu perusahaan. Mengakibatkan gajah masuk ke pemukiman masyarakat.

“Bupati harus serius menghentikan perizinan dan alih fungsi kawasan hutan lindung jika peduli pada masyarakat karang ampar yang tinggal di pinggiran hutan. Bupati jangan sampai menjadi kesannya perpanjangan tangan orang-orang yang mengambil keuntungan dari hutan Aceh Tengah,” ujar Agus Muliara kepada reporter Dialeksis.com, Takengon, Sabtu (19/11/2022).

Di sisi lain, Pemerintah Aceh Tengah juga diminta serius untuk memberikan bantuan tanggap darurat atas kerugian materil yang diderita masyarakat. Sampai saat ini tidak ada perhatian dari pemerintah daerah terhadap kerugian masyarakat.

“Harapannya penegak hukum tidak tutup mata dengan persoalan ini, Agus Muliara meminta kalau perlu hal ini langsung ditangani oleh Polda Aceh karena ini melibatkan beberapa kabupaten seperti Aceh Tengah, Bener Meriah, Pidie Jaya dan Bireun. Dugaan pengalihfungsian lahan ini harus mendapatkan efek jera kepada oknum-oknum yang menyebabkan keresahan bagi warga maupun gajah yang habitatnya diganggu,” ungkapnya.

Dalam kasus ini, dia menegaskan bahwa kita tidak dapat menyalahkan gajah sebagai hewan liar penganggu, layaknya manusia gajah juga memiliki hak untuk hidup, toleransi terhadap gajah perlu ditingkatkan dengan memperhatikan hak-hak gajah, serta memahami bahwa gajah tidak dapat berpikir seperti manusia, namun mereka memiliki insting yang lebih kuat hingga 10 kali dari manusia.

HMI juga mendesak KLHK memberikan respon cepat jika ada laporan warga terhadap konflik gajah. Lambatnya penanganan konflik menyebabkan kerugian terus meluas. Dan sampai sekarang solusi yang diberikan belum membuahkan hasil.

“Sebenarnya gajah-gajah ini bisa dijadikan ikon kunjungan wisatawan dan menjadi daya tarik, namun tinggal bagaimana cara kita memanfaatkan dan memberikan kenyamanan dihabitatnya yang baru,” tambah Agus.

HMI juga mendesak PJ Gubernur Aceh untuk segera memanggil bupati di tiga kabupaten, yakni Aceh Tengah, Bener Meriah dan Bireuen untuk segera merealisasikan kawasan esensial untuk gajah DAS Peusangan dengan cara mengalokasikan lahan khusus untuk habitat gajah.

“Tiga kabupaten ini didesak untuk bekerjasama menyelesaikan konflik gajah yang sudah terjadi sejak 2012 dan telah memakan korban manusia paling sedikit 5 orang dan gajah yang mati 5 ekor,” ucapnya.

PJ Gubernur Aceh, kata dia, juga harus menganggarkan dana penanganan konflik dan perlindungan satwa yang memadai karena alasan lambatnya penanganan konflik dikarenakan ketiadaan dana, misalnya untuk membeli mercon, patroli dan sebagainya.

“Masyarakat sudah cukup menderita karena penghidupan mereka dari berkebun telah hilang. Sementara gajah juga harus hidup dalam ketakutan karena diusir kesana kemari. Saat ini diperkirakan ada 60 individu gajah yang terpecah dalam beberapa kelompok gajah di das peusangan. Mereka semakin kesulitan mencari makan di hutan sehingga masuk ke kebun warga,” pungkasnya.(Akh)


Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda