kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Korban Perundungan Meninggal Dunia, Pemerhati Anak: Ini Bukan Candaan

Korban Perundungan Meninggal Dunia, Pemerhati Anak: Ini Bukan Candaan

Selasa, 26 Juli 2022 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Aldha Firmansyah

Pemerhati Anak Asal Aceh, Ayu Ningsih. [Foto: Ist]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum mengatakan usulan damai terkait kasus pelaku dan korban perundungan yang dipaksa setubuhi kucing di Tasikmalaya. Ruzhanul Ulum menyebutkan bahwa itu hanyalah candaan dan hal yang dianggap biasa olehnya.  

Pemerhati anak asal Aceh, Ayu Ningsih mengatakan, sangat khawatir dan kecewa. Menurutnya, kejadian ini merupakan salah satu bukti bahwa perundungan marak terjadi dan dianggap hal yang biasa saja. Padahal dampak perundungan sangat luar biasa.

Ayu menegaskan, faktor utama terjadinya kasus perundungan ini karena lemahnya pengawasan orangtua dan korban tidak berani melapor kepada orangtua apa yang dialaminya. Sehingga penanganannya sangat terlambat, dampak yang sangat fatal terutama bagi korban perundungan sampai meninggal dunia.

”Kita tidak tahu apakah ini kasus pertama kali yang dialami oleh korban atau mungkin ada beberapa perundungan lainnya yang mungkin juga lebih sadis lagi sehingga juga membuat korban merasa tidak berdaya, ketakutan, merasa bersalah, dan merasa dipermalukan,” katanya kepada Dialeksis.com, Senin (25/7/2022).

Hal ini, kata dia, disebabkan karena pelaku merekam korban untuk menyetubuhi kucing dengan alat vitalnya yang terlihat. Akhirnya, video itu viral dan banyak orang yang menyaksikannya.

Ayu Ningsih berpendapat, bahwa ini merupakan perbuatan asusila yang sangat buruk karena pelakunya merupakan anak usia kecil dan termasuk asusila terhadap hewan. Kasus perundungan seperti ini tidak bisa dibiarkan begitu saja prosesnya.

“Walaupun ada mediasi damai dan pelaku pun juga usia anak, meskipun tidak diproses hukum, pelaku harus mendapatkan hukuman yang bertanggung jawab, hukuman yang membuat dia tidak akan melakukan perbuatan yang dilakukannya kepada orang lain, mengingat dampak yang ditimbulkan itu sangat luar biasa,” ujarnya.

Ia menegaskan, melihat kategori candaan ada memang hal-hal yang becanda. Tetapi ini bukan lagi candaan. Hal ini berbau asusila apalagi dipertontonkan beberapa orang terlibat di dalamnya.

Menurutnya, mungkin yang dimaksudkan damai oleh Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum, karena pelakunya usia anak-anak, yang umurnya 11 tahun atau 12 tahun.

Jika memang merujuk pada UU sistem peradilan pidana Nomor 11 tahun 2012 tentang anak sebagai pelaku tindak pidana yaitu usianya adalah 18 tahun kebawah.

Meskipun ada beberapa kategori, kata dia, anak sebagai pelaku melakukan suatu tindak pidana yang usianya merupakan usia anak 8 tahun wajib dikembalikan kepada orangtua, karena itu memang umurnya sangat muda.

Jika seorang anak melakukan tindak pidana usianya sudah mencapai 12 tahun maka bisa diproses secara hukum dan harus dilihat secara benar, tindak pidana seperti apa yang dilakukan. Jika sudah sampai menghilangkan nyawa orang lain, harus diproses secara hukum meskipun aturan hukum yang digunakan berbeda dengan orang dewasa.

“Kita mengharapkan perundungan ini juga harus betul-betul disadari oleh seluruh masyarakat bukan hanya candaan semata. Karena kalau perundungan dianggap candaan semua perundungan menghina, mengejek, mencaci teman-teman sebaya artinya semua yang jadi korban itu akan sangat luar biasa lagi gangguan mental dan psikologinya,” ungkapnya.

Hal ini, kata dia, tidak ada lagi kejadian-kejadian bullying karena ini juga menunjukkan lemahnya kualitas Lembaga layanan dalam bekerja.(Alda)

Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda