KPAI Minta Kurikulum Sejarah Diperbaiki, Jangan Dihapus
Font: Ukuran: - +
Komisioner KPAI Retno Listyarti
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)Nadiem Anwar Makarim telah menyampaikan klarifikasi tidak akan menghapus mata pelajaran (mapel) Sejarah dari kurikulum nasional. Merespons hal tersebut, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang Pendidikan, Retno Listyarti mengatakan, pihaknya tidak setuju dengan wacana penghapusan mapel Sejarah.
Namun, ia menilaimenilai memang ada muatan-muatan kurikulum sejarah dan materi pelajaran sejarah yang harus diperbaiki, begitupun metode pembelajaran sejarahnya.
Pertama, kurikulum sejarah Indonesia didominasi oleh sejarah perang dan kekerasan. Mulai dari Perang Bubat, Perang Diponegoro, Perang Padri, Perang Jawa, hingga perebutan tahta Singasari Ken Arok. Retno berharap ada beberapa hal yang dapat diperbaiki.
“Barangkali ini perlu diperbaiki agar generasi muda tidak salah menafsir seolah-olah sejarah bangsa kita penuh kekerasan sehingga nantinya dicontoh oleh generasi berikutnya, Dikhawatirkan generasi mudanya akan menyelesaikan masalah dengan kekerasan bukan dengan dialog. Padahal pembelajaran sejarah sejatinya dapat menjadi instrumen strategis untuk membentuk identitas dan karakter generasi muda sebagai penerus bangsa,” ucapnya dalam siaran, Minggu (20/9/2020).
Kedua, kurikulum sejarah juga didominasi oleh sejarah Jawa dan kurang memberikan tempat sejarah wilayah lain, sehingga anak Papua, Aceh, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, dan daerah lainnya hanya belajar sejarah Jawa. Padahal daerah mereka juga memiliki sejarah yang layak dipelajari semua anak.
Ketiga, pembelajaran sejarah oleh para guru selama ini memang cenderung hapalan, bukan pemaknaan dan esensi. Padahal sebaiknya mereka diberikan pemaknaan akan nilai-nilai apa saja dari suatu peristiwa sejarah bagi perjalanan bangsa dan bagaimana peristiwa buruk bisa menjadi pembelajaran yang tidak boleh terulang di kemudian hari.
“Selama ini, pembelajaran sejarah cenderung membosankan bagi anak-anak karena hanya hapalan seputar apa kejadian, di mana kejadiannya, siapa saja tokoh sejarahnya, dan kapan terjadinya. Hal-hal tentang bagaimana peristiwa sejarah itu terjadi jarang digali dan didalami melalui dialog. Kalau hapalan, cenderung mudah dilupakan dan tidak dipahami apa makna suatu peristiwa sejarah,” katanya.
Retno menjelaskan, berdasarkan draf sosialisasi tentang Penyederhanaan Kurikulum dan Asesmen Nasional tertanggal 25 Agustus 2020, Kemdikbud akan menempatkan mata pelajaran sejarah sebagai mata pelajaran pilihan di SMA, bahkan menghilangkannya di SMK.
“Rencana perubahan pendidikan sejarah di SMA/SMK tersebut draf ini beredar di kalangan akademisi dan para guru, ini yang kemudian menjadi polemik di masyarakat,” kata Retno.
Rencana itu menurutnya sangat tidak tepat. Semua anak, baik di jenjang SMA ataupun SMK berhak mendapatkan pembelajaran sejarah dengan bobot dan kualitas yang sama. Pasalnya, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah bangsanya.
“Bagaimana mau menghargai kalau pelajaran tersebut tidak diberikan. Nilai-nilai yang dipelajari dalam sejarah bangsa merupakan nilai karakter nyata dan teladan bagi generasi muda, pembelajaran sejarah juga dapat meningkatkan apresiasi terhadap karya para pendahulu, memberikan perspektif dan ukuran untuk menilai perjalanan bangsa,” ucap Retno.