Kritik Pertamina, Abu Salam: Jangan Hambat Kekhususan Aceh dengan Dalih Administrasi!
Font: Ukuran: - +
![](https://dialeksis.com/images/web/2025/02/KPA-LN-abusalam.jpg)
Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Luar Negeri, Teuku Emi Syamsyumi alias Abu Salam. [Foto: dokumen untuk dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Luar Negeri, Teuku Emi Syamsyumi alias Abu Salam, melontarkan kritik pedas terhadap sikap PT Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagut yang masih menggantungkan koordinasi dengan regulator pusat terkait kebijakan Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), soal penghapusan sistem barcode (kode QR) di seluruh SPBU di Aceh.
Menurut Abu Salam, respons Pertamina yang terkesan “cuci tangan” dan berlindung di balik aturan pusat mencerminkan ketidakpahaman terhadap kekhususan Aceh yang sudah diatur dalam perjanjian damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Indonesia.
"Aceh punya hak khusus dalam mengelola kebijakan domestiknya, termasuk soal energi dan subsidi BBM. Ini bukan wilayah Jakarta untuk menentukan, tapi hak prerogatif Aceh sebagaimana diatur dalam MoU Helsinki dan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA). Jangan ada tangan-tangan yang mencoba membelenggu kedaulatan ekonomi kami!" tegas Abu Salam, Jumat, (14/2/2025).
Abu Salam menyinggung butir-butir penting dalam MoU Helsinki yang menegaskan bahwa Aceh berhak mengelola kebijakan ekonomi dan sumber daya alamnya sendiri.
Ia juga menekankan bahwa kebijakan barcode BBM di Aceh selama ini justru menyulitkan rakyat kecil, terutama nelayan dan petani yang sering kesulitan mengakses bahan bakar bersubsidi.
"Kami bukan daerah jajahan yang hanya bisa tunduk pada keputusan pusat. Ini soal keberpihakan kepada rakyat! Jika barcode menyulitkan masyarakat dan Gubernur Aceh sudah memutuskan untuk menghapusnya, maka itu harus dihormati oleh semua pihak, termasuk Pertamina," tandasnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa Aceh telah diberi hak khusus dalam mengelola kebijakan publik, dan keputusan gubernur tidak bisa serta-merta dimentahkan oleh perusahaan pelat merah dengan alasan koordinasi pusat.
"Pertamina jangan hanya bicara teknis administrasi tapi abai terhadap realitas di lapangan. Kalau barcode ini memang untuk memastikan subsidi tepat sasaran, kenapa di banyak daerah lain tak diberlakukan? Ini bukan sekadar urusan regulasi, ini soal politik keadilan bagi Aceh!" sentilnya.
Abu Salam pun meminta agar Pertamina tidak mengulur waktu dan segera menyesuaikan diri dengan kebijakan Gubernur Aceh.
Ia juga menantang pejabat di Jakarta untuk lebih memahami kekhususan Aceh sebelum mengeluarkan kebijakan yang bersifat memaksa.
"Kami di Aceh tidak butuh wacana basa-basi. Kebijakan sudah dibuat, tinggal dijalankan. Jangan lagi ada upaya Jakarta untuk mengangkangi hak-hak Aceh dengan dalih regulasi!" tutupnya.
Sikap tegas ini mendapat dukungan luas dari masyarakat Aceh, yang selama ini merasa kebijakan barcode justru menjadi alat kontrol yang mempersulit akses BBM bersubsidi.
Kini, bola panas ada di tangan Pertamina: apakah mereka benar-benar menghormati kekhususan Aceh, atau tetap tunduk pada birokrasi pusat yang sering kali mengabaikan realitas di daerah?. [*]
Berita Populer
![bank Aceh hon](https://dialeksis.com/images/web/2025/02/Screenshot-2025-02-17-at-10.15.08.png)
![dpra](https://dialeksis.com/images/web/2025/02/Biru-dan-Putih-Modern-Selamat-dan-Sukses-Instagram-Post-(9).jpg)