DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kebijakan Pemerintah Provinsi Aceh yang dituangkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Aceh No. 15 Tahun 2024 menuai reaksi keras dari kalangan tenaga kesehatan. Kebijakan yang memberikan pilihan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di rumah sakit untuk memilih antara Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) atau Jasa Pelayanan tersebut dianggap tidak mempertimbangkan kompleksitas beban kerja serta dinamika pelayanan kesehatan di fasilitas rumah sakit.
Dalam keterangannya, Abdurrahman, Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Provinsi Aceh, menyatakan,“terkait Peraturan Gubernur (Pergub) Aceh No. 15 Tahun 2024 tentang Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP), yang memberi pilihan untuk memilih salah satu antara TPP atau Jasa Pelayanan bagi PNS di RS, saya berharap Gubernur Aceh bisa meninjau kembali Pergub Aceh nomor 15 tersebut,” ujarnya kepada Dialeksis saat dihubungi.
Pemerintah supaya memberi perhatian serta pertimbangan yang lebih bagi PNS, khususnya perawat yang bekerja di rumah sakit. Hal ini penting agar mereka dapat menerima TPP dan jasa sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Tentu, penetapan kebijakan ini harus dilihat dari kompleksitas dan beban kerja tenaga kesehatan di rumah sakit.
Menurut Abdurrahman, langkah kebijakan tersebut dinilai mengabaikan realitas lapangan, terutama di tengah peningkatan jumlah pasien dan beban kerja yang kian berat.
“kebijakan yang memaksa tenaga kesehatan memilih satu jenis pendapatan ini berpotensi mengurangi semangat kerja dan berdampak negatif terhadap mutu pelayanan kesehatan di Aceh,” tambahnya.
Abdurrahman juga menekankan bahwa perawat sebagai ujung tombak dalam pelayanan kesehatan harus mendapatkan apresiasi yang layak atas dedikasi dan profesionalismenya. “Peninjauan ulang kebijakan ini sangat diperlukan agar kesejahteraan tenaga kesehatan, khususnya perawat, tetap terjaga dan pelayanan di rumah sakit dapat berjalan optimal,” ungkapnya.
Tak hanya dari PPNI, sejumlah praktisi dan elemen tenaga kesehatan juga mengkritisi kebijakan ini yang dinilai kurang responsif terhadap dinamika dan tantangan operasional di rumah sakit. Mereka menyuarakan agar pemerintah daerah melakukan kajian mendalam terkait dampak kebijakan tersebut serta mempertimbangkan masukan dari kalangan profesional medis demi peningkatan kualitas layanan publik.
Kebijakan Pergub Aceh No. 15/2024 ini, meski diharapkan mampu memberikan fleksibilitas dalam pengaturan pendapatan tambahan bagi PNS, namun realitas menurut Abdurrahman di lapangan menunjukkan perlunya sinergi antara kebijakan dengan kondisi operasional rumah sakit.
“Dengan demikian, peninjauan ulang dianggap sebagai langkah strategis untuk memastikan bahwa kesejahteraan tenaga kesehatan tidak terganggu, sekaligus menjamin kualitas pelayanan kesehatan yang optimal bagi masyarakat Aceh,” tutupnya.