kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Kurangnya Pendidikan Politik Dinilai Penyebab Minim Keterwakilan Perempuan di Parlemen

Kurangnya Pendidikan Politik Dinilai Penyebab Minim Keterwakilan Perempuan di Parlemen

Rabu, 19 April 2023 18:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Nurlia Dian Paramita. [Foto: for Dialeksis]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Di Indonesia sudah ada kebijakan afirmasi atau kuota 30 persen untuk caleg perempuan. Hanya saja representasi perempuan di parlemen jumlahnya masih sedikit sekali. 

Menanggapi hal itu, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Nurlia Dian Paramita mengatakan, keterwakilan perempuan dalam politik dinilai penting untuk memperkuat partisipasi perempuan dan mendorong pengambilan keputusan berperspektif gender. 

Menurutnya, penyebab belum terpenuhinya kouta caleg perempuan adalah karena partai politik tidak melakukan proses pendidikan politik itu sendiri. Padahal pendidikan politik itu perlu dilakukan secara terus menerus bukan hanya pada saat menjaring calon anggota dewan. 

“Prinsip keterwakilan perempuan sudah diamanatkan dalam UU. Tetapi selama kali amati pendidikan politik tidak dilakukan secara keberlanjutan tapi lebih kepada kebutuhan sesaat,” ujarnya saat diwawancarai Dialeksis.com, Rabu (19/4/2023). 

Penyebab lain minimnya keterwakilan perempuan pada kancah politik, kata dia, perempuan punya hambatan untuk mampu bersaing dengan laki-laki. 

“Ketika dia harus punya pengaruh untuk bisa mempengaruhi para pemilih, pengaruh dalam mengambil kebijakan, dia tetap membutuhkan serangkaian latar belakang yang punya pengalaman. Contoh, dia berasal dari Ormas kemudian dia sudah terlatih dalam proses kepemimpinan sehingga dia punya modal lebih,” jelasnya. 

Pada Pemilu 2019 perempuan di badan legislatif baru terpenuhi sebanyak 20,52 persen. Tetap belum mencapai kuota 30 persen yang didorong lewat berbagai undang-undang. 

Menurut Dian, peran anggota dewan perempuan sendiri yang sudah terpilih belum terlalu maksimal keberadaan. 

Untuk itu, ia menyampaikan solusi agar partai harus punya strategi khusus untuk memenuhi kouta, misal dalam 1 dapil kebutuhan 3 orang 1 harus ada calon perempuan. 

Di samping itu, kata Dian, persiapan perlu dilakukan jauh-jauh hari. Menurutnya, hal yang paling efektif adalah untuk merekrut perempuan yang siap di politik itu adalah yang berbasis aktif di organisasi. 

“Karena dia akan lebih siap dibanding perempuan yang punya latar belakang terbatas meskipun dia seorang akademisi, pengusaha, dia belum tentu punya kepemimpinan yang kuat,” pungkasnya. [NOR]

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda