DIALEKSIS.COM | Jantho - Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Aceh Besar H Saifuddin SE memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada lima santri dan santriwati dari kabupaten tersebut yang berhasil lolos sebagai wakil Aceh dalam ajang Musabaqah Qira’atil Kutub (MQK) Nasional tahun 2025.
Kelima peserta tersebut merupakan santri terpilih dari berbagai pondok pesantren unggulan di Aceh Besar dan akan mewakili Aceh dalam ajang keilmuan kitab kuning yang akan digelar secara nasional oleh Kementerian Agama RI pada Oktober 2025 di Sulawesi Selatan.
Saifuddin menyampaikan rasa bangga atas capaian tersebut. Menurutnya keberhasilan ini bukan hanya prestasi individu para santri, tetapi juga cerminan keberhasilan pesantren dalam membina dan mencetak generasi Islam yang berilmu dan berakhlak.
“Kami sangat bersyukur dan bangga atas prestasi ini. Ini adalah bukti nyata bahwa pesantren-pesantren di Aceh Besar tidak hanya konsisten dalam melestarikan tradisi keilmuan Islam, tetapi juga mampu menyiapkan santri yang siap bersaing di tingkat nasional,” ujarnya, Rabu (16/7/2025).
Kelima peserta MQK Nasional dari Aceh Besar yang akan mewakili Aceh terdiri dari tiga majlis yaitu Ashabul Aziz dari Pondok Pesantren Darul Ihsan Aceh Besar untuk Marhalah Wustha Majlis Tafsir, Maryam Thahara Meutuah dari Dayah Insan Qurani Aceh Besar untuk Marhalah Wustha Majlis Tafsir.
Kemudian, Hafish Atha Ramadhan dan Nadien Indah Assyura dari Dayah Ruhul Islam Anak Bangsa Aceh Besar untuk Marhalah Wustha Majlis Hadist dan Ahmad Anis Zuhairi dari Pondok Pesantren Darul Ihsan Aceh Besar untuk Marhalah Wustha Majlis Akhlaq.
Kelima peserta tersebut dinyatakan lolos berdasarkan hasil seleksi Computer-Based Test (CBT) MQKN 2025 yang digelar secara serentak oleh Kementerian Agama beberapa waktu lalu.
“Kelima santri ini merupakan duta terbaik kita. Mereka telah melalui seleksi ketat di tingkat provinsi. Kita berdoa kepada Allah agar diberi kemudahan bagi santri-santri dari Aceh Besar sehingga dapat mengharumkan nama Aceh di tingkat nasional nantinya,” ujarnya.
Yahwa, sapaan akrabnya, menyebut pentingnya MQK sebagai salah satu bentuk penguatan literasi keagamaan berbasis kitab kuning di tengah tantangan era digital. MQK bukan sekedar lomba baca kitab, tetapi ruang strategis untuk melestarikan khazanah keilmuan Islam klasik yang menjadi akar peradaban Islam Nusantara.
“Melalui MQK, santri dilatih untuk berpikir kritis, memahami dalil, menafsirkan teks, dan menyampaikan pendapat secara argumentatif, semua berbasis kitab karya para ulama terdahulu,” kata Yahwa.
Kemenag Aceh Besar juga terus mendorong agar tradisi baca kitab kuning tidak hanya terpelihara, tapi juga semakin berkembang secara kontekstual dan ilmiah.
“Semoga ini menjadi motivasi bagi seluruh pesantren di Aceh Besar untuk terus menguatkan tradisi ilmiah dan memperluas cakrawala santri. Kita ingin pesantren tidak hanya menjadi penjaga moral dan akhlak bangsa, tapi juga sebagai pusat keilmuan dan peradaban Islam yang membumi dan moderat,” ujarnya.
Kelima wakil Aceh Besar ini akan bergabung bersama 23 peserta lainnya dari berbagai daerah di Tanah Rencong dari berbagai majlis. [*]