Beranda / Berita / Aceh / Maraknya Kasus TPPO di Aceh, FSPMI: Rendahnya Pendidikan Jadi Penyebab Utama

Maraknya Kasus TPPO di Aceh, FSPMI: Rendahnya Pendidikan Jadi Penyebab Utama

Rabu, 08 Januari 2025 13:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Aceh, Habibi Inseun. Foto: for Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan warga Aceh kembali mencuat dan viral di media sosial. Terbaru, seorang anak berusia 13 tahun asal Aceh Besar diduga menjadi korban TPPO dan langsung dijemput aparat keamanan saat tengah menunggu penerbangan ke Balikpapan. 

Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Aceh, Habibi Inseun, memberikan penjelasan mengenai beberapa faktor utama yang mendorong maraknya TPPO di Aceh, terutama yang melibatkan anak di bawah umur.

"Pertama, rendahnya tingkat pendidikan menjadi salah satu penyebab utama. Banyak masyarakat yang belum memahami isu-isu terkait TPPO. Ketika mereka menerima tawaran atau rayuan, dengan mudah mereka terjerumus dalam jebakan perdagangan manusia," ujar Habibi kepada Dialeksis, Rabu (8/1/2025). 

Selain itu, kata dia, faktor ekonomi turut berperan penting dalam maraknya fenomena ini. Masyarakat, terutama yang kurang mampu, mudah tergiur dengan tawaran-tawaran yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Habibi juga menegaskan bahwa pemerintah memiliki peran sentral dalam mengatasi masalah ini. "Pemerintah harus memberikan pemahaman kepada masyarakat, terutama sejak usia sekolah menengah atas (SMA). Anak-anak perlu diberikan edukasi yang jelas tentang pekerjaan dan potensi risiko yang mengintai," ungkapnya.

Tak hanya itu, sambungnya, upaya peningkatan lapangan pekerjaan juga menjadi solusi yang harus diperhatikan oleh pemerintah. 

"Jika lapangan kerja tersedia, maka mereka tidak akan mudah tergiur dengan janji-janji manis dari pihak yang tidak bertanggung jawab," lanjut Habibi.

Penting juga, menurutnya, untuk meningkatkan pengawasan terhadap pintu-pintu keluar masuk wilayah Aceh. Semua perjalanan yang melibatkan warga harus jelas tujuannya, untuk meminimalisir adanya praktik TPPO.

Dalam kesempatan yang sama, Habibi berbincang dengan seorang warga asal Australia yang memberikan beberapa tips agar bisa sejahtera di luar negeri. 

"Yang pertama, pastikan tujuan bekerja jelas dan terjamin. Kedua, penting adanya perlindungan dari pemerintah terhadap tenaga kerja, serta perhatian terhadap kehidupan mereka di luar negeri. Negara harus memastikan bahwa orang yang menganggur tetap diberi kompensasi agar bisa bertahan hidup," ungkap Habibi usai berdiskusi dengan warga Australia tersebut.

Habibi juga menyampaikan harapan agar regulasi yang dibangun oleh negara maju bisa menjadi contoh bagi Aceh. "Jika kita meniru ketentuan dan regulasi yang sudah teruji di negara maju, kita dapat menciptakan sistem yang lebih baik dalam mencegah kasus TPPO," pungkasnya.

Kesadaran dan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, serta negara-negara lain sangat diperlukan untuk memberantas praktik TPPO, terutama yang melibatkan anak-anak. Dengan langkah konkret, Aceh dapat mengurangi angka perdagangan manusia yang semakin meresahkan.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI