Sabtu, 25 Oktober 2025
Beranda / Berita / Aceh / Masyarakat Adat Aceh: Keadilan dan Tanah Warisan di Ujung Tanduk

Masyarakat Adat Aceh: Keadilan dan Tanah Warisan di Ujung Tanduk

Jum`at, 24 Oktober 2025 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn
Zulfikar Arma, Sekretaris Jenderal JKMA Aceh. Foto: for Dialeksis 

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - "Tanah kami bukan sekadar petak lahan, melainkan warisan leluhur," ujar Zulfikar Arma, Sekretaris Jenderal Jaringan Komunitas Masyarakat Adat (JKMA) Aceh, dengan nada serius ketika dikontak Dialeksis, Jumat 24 Oktober 2025 menanggapi laporan BBC News Indonesia yang menyoroti bagaimana masyarakat adat di sejumlah proyek nasional merasa terusir dari wilayah adatnya. 

Dalam laporannya, BBC News Indonesia menampilkan narasi dari komunitas adat yang merasa hak atas tanah mereka terpinggirkan, meskipun proyek pembangunan skala besar digadang sebagai mesin pertumbuhan ekonomi. 

Menanggapi hal tersebut, Zulfikar menyebut Aceh berada di persimpangan penting: “Di satu sisi, kami menyambut pembangunan namun di sisi lain, pembangunan tanpa keadilan bagi masyarakat adat adalah pengecualian yang tidak bisa kita biarkan.”

Menurut Zulfikar, di Aceh banyak komunitas adat yang selama ini hidup dalam sistem mukim dan hak ulayat yang diturunkan secara turun-temurun. 

“Proyek modern kerap lupa bahwa di balik angka investasi dan fasilitas, ada manusia, adat, identitas yang tak bisa digantikan dengan beton dan aspal,” katanya.

Ia menambahkan, “Ketika laporan seperti yang dibuat BBC muncul, ini bukan sekadar soal ‘terusir’ atau ‘kehilangan lahan’. Ini soal ketidaksetaraan dalam proses siapa yang dilibatkan, siapa yang diberi informasi, dan siapa yang menolak namun tetap dipaksa menerima.”

Zulfikar juga menyoroti bahwa di Aceh, pengakuan masyarakat adat melalui regulasi memang semakin kuat. Namun, realitas di lapangan sering berbeda. 

“Undang-undang dan peraturan bisa hadir, tapi praktiknya: konsultasi yang terburu-buru, kompensasi yang tak layak, pengukuran wilayah yang tidak reflektif terhadap adat kami,” ungkapnya.

Dia menekankan bahwa hak atas tanah adat bukan hanya soal kepemilikan formal, melainkan juga soal pengelolaan bersama, identitas, dan kelangsungan budaya. 

“Jika sebuah proyek mengangkangi itu semua, maka kami tidak hanya kehilangan lahan kami kehilangan masa depan anak-cucu kami.”

Zulfikar menandaskan JKMA Aceh akan terus mengawal proyek pembangunan agar masyarakat adat tidak hanya menjadi objek pembangunan, tetapi menjadi subjek: 

“Kami minta agar ada mekanisme transparan untuk pengambilan keputusan, agar masyarakat adat dilibatkan sejak tahap perencanaan bukan hanya saat ‘pengumuman’ atau ketika kompensasi dibagikan.”

Di akhir wawancara, ia menyampaikan harapan: “Semoga laporan-laporan seperti dari BBC menjadi cermin bagi pemerintah dan pelaku pembangunan. Bahwa keadilan bagi masyarakat adat bukan opsi, melainkan keharusan.”

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI