Media Didorong Prioritasi Isu-Isu Kelautan
Font: Ukuran: - +
Reporter : Fajri Bugak
Ilustrasi [Foto: Shutterstock]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Persoalan ekosistem kelautan dan perikanan belum menjadi isu prioritas dalam pemberitaan media massa. Padahal sektor kelautan memiliki persoalan yang kompleks. Media massa diharapkan memberikan ruang yang besar untuk isu-isu kelautan.
Hal itu mengemuka dalam Fokus Grup Diskusi (FGD) bertajuk “Indentifikasi isu sektor kelautan dan upaya sinergi liputan media” yang digagas oleh Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh didukung Greenpeace Indonesia, di Hutan Kota Coffe Banda Aceh, Senin, 20 Desember 2021.
Kasubbag Koordinator Operasional Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran pada Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Lampulo, Herno Ardianto, mengatakan peran media dan wartawan sangat dibutuhkan dalam memberantas kejahatan di kelautan. Padahal banyak kejahatan lingkungan di kelautan terjadi.
“Untuk itu, kami berharap media bisa menjadi mitra. Bersama-sama mengawasi kelautan dan perikanan Aceh,” ujarnya.
Menurut dia, upaya pemberantasan terhadap kejahatan sangat perlu digalakkan. Karena dua per tiga dari isi bumi, adalah air. Hanya satu per tiga daratan. Begitu juga dengan tubuh manusia, hampir 70 persen air.
“Nah, ini perlu dijaga bersama. Untuk kepentingan bersama. Masyarakat sendiri mungkin banyak yang belum mengetahui aturan dan masih juga belum sadar terkait hal-hal yang merusak lingkungan yang ada di laut," katanya.
Dari sisi kelautan, kata dia, banyak hal yang masih belum terangkat isu-isu yang ada. Misalnya, pencemaran oleh pabrik seperti batubara hingga minyak bumi, penggunaan alat tangkap bom, racun, dan trawl.
Herno menyebutkan selama ini pihaknya terus melakukan upaya pengawasan secara intens terhadap kasus-kasus tersebut. Di samping itu, pihaknya juga berkoordinasi dengan instansi terkait untuk menangani persoalan pencemaran lingkungan laut.
Ia berharap, kedepan isu-isu kelautan dan perikanan yang ada bisa terpublikasi ke masyarakat dengan baik. Sehingga bisa menjadi edukasi bagi masyarakat agar memahami kondisi laut di Aceh
"Bahwa kita itu tidak lagi harus membelakangi laut tetapi kita harus menghadap ke laut. Karena laut itu mempunyai potensi besar untuk ekonomi bangsa dan masyarakat secara umum," ujar Herno.
Senada dengan Herno, Sekretaris Jenderal Jaringan Koalisi untuk Advokasi Laut Aceh (KuALA), Gemal Bakri, juga meminta media dan jurnalis mengawasi serta memberitakan isu kerusakan laut. Supaya nelayan dapat teredukasi bagaimana menjaga laut dengan baik.
“Ini yang harus menjadi konsentrasi bersama. Karena luasan laut Aceh kita tahu menjadi prioritas pemerintah yang memang secara ekonomi itu penyumbang terbesar dari perikanan," ujarnya.
Gemal menyebutkan kejahatan dilingkungan yang terjadi di laut ialah menangkap ikan dengan pukat trawl. Imbasnya, hasil tangkapan nelayan merosot.
"Tapi kerusakan di laut itu yang merasakan paling utama itu adalah masyarakat nelayan kita. Bagaimana penurunan tangkapan nelayan semakin jauh masyarakat nelayan mencari ikan itu mengindikasikan bahwasanya di tempat mencari ikan itu punya masalah tersendiri," sebutnya.
Sementara itu, koordinator Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh, Zulkarnaini Masry, mengatakan diskusi tersebut demi mengidentifikasi persoalan di sektor kelautan dan perikanan. Sebab, selama ini pemberitaan isu marine masih minim. Padahal kelautan memiliki persoalan yang kompleks.
"Pengetahuan jurnalis tentang persoalan marine masih minim, sehingga kami perlu meminta masukan dari para pihak yang selama ini bekerja di sektor itu," kata Zulmasry.
Selain untuk identifikasi persoalan, kata dia, perlu membangun gerakan kolaborasi antarpihak untuk kampanye kelestarian ekosistem laut.(Fajri Bugak)