Rabu, 24 Desember 2025
Beranda / Berita / Aceh / Mengobati Luka, Menyemai Harapan: Kak Na di Tengah Pengungsian Aceh Utara

Mengobati Luka, Menyemai Harapan: Kak Na di Tengah Pengungsian Aceh Utara

Rabu, 24 Desember 2025 09:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Ketua TP PKK Aceh Marlina Muzakir akrab disapa Kak Na. Foto: Kolase Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Aceh Utara - Di tengah luka dan lumpur sisa banjir, Meunasah Matang Linya, Kecamatan Baktiya, menjadi saksi kepedulian yang menenangkan hati. Selasa (23/12/2025), Ketua TP PKK Aceh Marlina Muzakir akrab disapa Kak Na bersama Staf Ahli TP PKK Aceh Mukarramah Fadhlullah dan istri Ketua DPR Aceh, Rizawati Zulfadli, menyatu dengan warga sebagai apoteker dadakan di posko pengungsian.

Tanpa sekat jabatan, Kak Na duduk sejajar dengan para lansia. Ia mendengarkan keluhan satu per satu, memilihkan obat, lalu menyerahkannya dengan senyum dan empati. Di sudut lain, Mukarramah telaten memeriksa tekanan darah warga lanjut usia, sementara Rizawati membantu memastikan obat yang diberikan sesuai kebutuhan.

Seluruh layanan kesehatan dan obat-obatan diberikan tanpa pungutan biaya. Di tempat pengungsian itu, kepedulian hadir sebagai penawar bagi tubuh yang lelah dan hati yang rapuh.

“Keluhan terbanyak tentu gatal-gatal karena masyarakat selama ini bergelut dengan air dan lumpur. Selebihnya batuk, sakit gigi, demam, flu, dan keluhan lainnya,” ujar Kak Na lirih, namun penuh kepastian.

Hari itu, bantuan tanggap darurat juga disalurkan ke Posko Gampong Matang Linya, Posko Gampong Geumpang Bungkok di Kecamatan Baktiya, serta Posko Gampong Buket Padang di Kecamatan Tanoh Jamboe Aye. Di hadapan para geuchiek dan warga, Kak Na menegaskan bahwa bantuan tersebut bukan berasal dari dirinya secara pribadi.

“Ini bukan bantuan dari saya. Ini bantuan dari saudara-saudara se-Indonesia, dari lembaga dan organisasi, baik lokal, nasional, maupun dari luar negeri yang peduli dengan bapak dan ibu semua. Kami hanya mengantar, hanya menyalurkan,” ucapnya, menundukkan kepala.

Tak jauh dari posko, kisah memilukan sekaligus menggetarkan hati terungkap. Kak Na dan rombongan mendengarkan cerita Wirda (4), bocah kecil yang selamat dari terjangan banjir bersama ayahnya, Rusli, setelah bertahan lebih dari 30 jam di atas sebatang pohon kelapa.

“Air naik sangat cepat. Saat suami memperingatkan, rumah kami belum terendam. Tapi tak lama air sudah selutut,” tutur Kasmadewi, ibu Wirda, dengan suara bergetar.

Ia bercerita, air terus meninggi hingga sepinggang, lalu se-leher. Kasmadewi, suami, dan anaknya akhirnya terseret arus hingga tersangkut di pohon kelapa. Selama lebih dari 30 jam, mereka bertahan di sana, bergelantung pada tubuh Rusli yang mencengkeram batang pohon dengan sisa tenaga.

“Lengan suami saya terluka parah. Dia menahan beban tubuh kami berdua agar tidak jatuh. Saat air surut, kami baru berani turun,” ujarnya, menahan tangis.

Di Meunasah Matang Linya, hari itu bukan sekadar penyaluran bantuan. Ia menjadi pengingat bahwa di tengah bencana, kemanusiaan, keteguhan, dan kasih sayang masih tumbuh menjadi harapan bagi Aceh yang bangkit perlahan.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI