Mualem Gubernur Pertama Aceh, Berjiwa Panglima
Font: Ukuran: - +
Reporter : Ratnalia
![](https://dialeksis.com/images/web/2025/02/4575fc1d-03b2-46eb-b86f-898417577481.jpeg)
Syahril Ramadhan, Masyarakat Aceh Besar
DIALEKSIS.COM | Aceh Besar - Dalam pidato pertamanya, Gubernur Aceh yang baru dilantik menyampaikan pernyataan tegas dengan menyatakan bahwa kebijakan penggunaan barcode tidak lagi berlaku di Aceh. Menurut Syahril Ramadhan dari Masyarakat Aceh Besar, pernyataan tersebut mencerminkan semangat kepemimpinan yang tegas, bagaikan seorang panglima perang.
“Di Indonesia, UUD 1945 mengamanatkan Presiden sebagai Panglima Tertinggi TNI. Setiap Presiden tidak hanya sebagai Kepala Negara dan Pemerintahan, tetapi juga Kepala Angkatan Bersenjata. Begitu pula dalam konteks Aceh, pidato Gubernur yang menyatakan pembatalan kebijakan barcode merupakan manifestasi dari jiwa kepemimpinan layaknya seorang panglima,” ujar Syahril kepada Dialeksis.com, Sabtu (15/02/2025).
Ia menambahkan, “Seorang panglima dalam menjaga kedaulatan negara harus mampu mengambil keputusan dengan cepat dan tegas. Dalam setiap strategi keamanan, Panglima TNI selalu berkoordinasi secara rahasia dengan jajaran pimpinan untuk menyiapkan langkah-langkah yang tepat. Demikian pula, pidato Gubernur Aceh ini tidak main-main; ia menyampaikan perintah tegas di depan publik, tanpa ruang untuk diskusi berlebihan.”
Menurut Syahril, keberanian Gubernur dalam menyatakan bahwa kebijakan pusat tidak berlaku di Aceh adalah bentuk nyata dari kemandirian daerah.
“Aceh telah diberikan ruang otonomi melalui UUPA, yang memungkinkan pemerintah daerah untuk menata kehidupan masyarakatnya sesuai dengan kondisi lokal. Oleh karena itu, sikap tegas Gubernur harus diapresiasi, bukan dihina, karena ini merupakan upaya untuk mempertahankan identitas dan kedaulatan Aceh,” terang Syahril.
Lebih lanjut, Syahril menyoroti latar belakang Gubernur yang pernah bergelut di dunia militer.
“Sebagai mantan panglima perang gerilya yang memimpin ribuan prajurit, Gubernur sudah terbiasa memberikan perintah tanpa kompromi. Meskipun tidak sefasih tokoh politik seperti SBY, cara penyampaian perintahnya sangat sesuai dengan karakter seorang panglima yang mengutamakan ketegasan dan keamanan,” pungkasnya.
Dalam konteks otonomi dan sejarah Aceh, Syahril mengingatkan bahwa keberanian Gubernur untuk menyuarakan perintah layaknya Presiden Aceh merupakan simbol perjuangan dan cita-cita kemerdekaan.
“Aceh pernah dideklarasikan sebagai sebuah negara, dan jiwa kepemimpinan yang diwariskan dari semangat perlawanan masa lalu masih terus hidup. Oleh karena itu, setiap pernyataan tegas yang keluar dari Gubernur seharusnya dipandang sebagai wujud cinta dan komitmen terhadap Aceh,” tambahnya.
Dengan demikian, pernyataan Gubernur Aceh yang menolak kebijakan barcode dinilai oleh Syahril sebagai bukti nyata kepemimpinan yang tidak hanya mempertahankan kedaulatan daerah, tetapi juga menyuarakan aspirasi masyarakat Aceh.
“Mari kita beri apresiasi kepada pemimpin kita yang berani mengambil sikap tegas demi kebaikan masyarakat, tanpa harus meniru gaya retorika elit politik,” tutup Syahril Ramadhan.
Berita Populer
![bank Aceh hon](https://dialeksis.com/images/web/2025/02/Screenshot-2025-02-17-at-10.15.08.png)
![dpra](https://dialeksis.com/images/web/2025/02/Biru-dan-Putih-Modern-Selamat-dan-Sukses-Instagram-Post-(9).jpg)