Selasa, 29 April 2025
Beranda / Berita / Aceh / Muchlis Gayo: Pemekaran Aceh Leuser Antara, Solusi Atasi Ketimpangan Dana Otsus Aceh

Muchlis Gayo: Pemekaran Aceh Leuser Antara, Solusi Atasi Ketimpangan Dana Otsus Aceh

Selasa, 29 April 2025 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Tokoh masyarakat Aceh Tengah, Muchlis Gayo, SH, MSi. Foto: Ist


DIALEKSIS.COM | Takengon - Tokoh masyarakat Aceh Tengah, Muchlis Gayo, SH, MSi, mengkritisi efektivitas pengelolaan dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh selama dua dekade terakhir. Dalam pernyataannya Senin (28/4/2025), ia mempertanyakan sejauh mana kebijakan ini, yang diatur dalam Pasal 183 ayat (4) UU Pemerintahan Aceh, benar-benar mendorong pemerataan pembangunan di seluruh wilayah.

Muchlis mengungkapkan, selama 15 tahun pertama, Aceh menerima alokasi 2% dari Dana Alokasi Umum (DAU) nasional, lalu turun menjadi 1% untuk lima tahun berikutnya. Dana ini seharusnya dikelola provinsi dengan prinsip keseimbangan antar kabupaten/kota. 

Namun, menurutnya, realitas di lapangan menunjukkan kesenjangan yang kontras antara daerah asal para elite politik, pengusaha, dan gubernur dengan wilayah pedalaman serta kawasan Barat Selatan Aceh.

“Apakah kemiskinan pascakonflik berkurang? Faktanya, ketimpangan justru semakin melebar, baik di pedalaman maupun pesisir,” tegas Muchlis. 

Ia menyoroti maraknya aksi penggalangan dana di jalanan dan praktik meminta-minta sebagai cerminan kegagalan mengatasi kemiskinan struktural. Fenomena ini, menurutnya, menjadi bukti bahwa pembangunan belum menyentuh akar masalah.

Sebagai solusi, Muchlis mendorong ide pemekaran provinsi di Aceh. Ia menegaskan, langkah ini bukan untuk memecah belah etnis, melainkan mempercepat pembangunan infrastruktur dan pemerataan ekonomi. 

“Lihatlah kesuksesan pemekaran Banten dari Jawa Barat. Dalam waktu singkat, mereka bisa mengejar ketertinggalan tanpa menimbulkan marginalisasi etnis Sunda,” ujarnya.

Muchlis mengusulkan pembentukan Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA) untuk memastikan keadilan sosial dan kesejahteraan merata. Selain itu, ia mengajak semua pihak membentuk lembaga Wali Nanggroe yang beranggotakan perwakilan budaya dari seluruh etnis di Aceh. Lembaga ini diharapkan menjadi simbol persatuan dan wadah dialog inklusif.

“Kita bersaudara. Sekali bersaudara, tetap bersaudara,” pungkasnya, menekankan bahwa pemekaran dan inovasi kelembagaan harus berjalan beriringan dengan menjaga harmoni sosial.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
diskes