DIALEKSIS | Aceh - Akademisi Universitas Sains Cut Nyak Dhien, Dr. Muhammad Ridwansyah, menegaskan bahwa setiap insiden yang muncul di tengah situasi bencana alam tidak boleh dijadikan ruang provokasi yang berpotensi memecah solidaritas masyarakat. Hal tersebut disampaikannya menanggapi peristiwa pembubaran massa oleh TNI yang membawa bendera Bintang Bulan di Jalan Nasional Banda Aceh - Medan, tepatnya di Simpang Kandang, Meunasah Mee, Kecamatan Muara Dua, Lhokseumawe, Kamis, 25 Desember 2025.
Menurut Muhammad Ridwansyah, kondisi darurat akibat bencana menuntut semua pihak untuk mengedepankan empati dan kejernihan berpikir. Ia mengingatkan masyarakat agar tidak terburu-buru menarik kesimpulan atas sebuah peristiwa yang informasinya belum utuh dan berimbang.
“Masyarakat harus cerdas dan tenang dalam menyikapi setiap kejadian. Jangan mudah terprovokasi oleh narasi yang belum tentu jelas kebenaran dan konteksnya,” ujar Ridwansyah kepada Dialeksis saat diminta tanggapan.
Ia menilai, kemunculan aksi simbolik di tengah suasana duka berpotensi mengalihkan fokus utama dari upaya kemanusiaan dan pemulihan korban bencana. Menurutnya, sikap yang tidak sensitif terhadap penderitaan masyarakat justru dapat memperkeruh suasana dan melemahkan semangat kebersamaan.
“Dalam situasi bencana, yang dibutuhkan adalah empati dan solidaritas. Segala bentuk tindakan yang mengabaikan rasa kemanusiaan hanya akan menambah beban psikologis masyarakat terdampak,” katanya.
Lebih lanjut, Ridwansyah juga menekankan pentingnya kebijaksanaan aparat keamanan dalam mengambil langkah di lapangan. Ia menilai pendekatan yang terlalu kaku dan bernuansa militeristik berisiko memicu salah tafsir di tengah masyarakat yang sedang berada dalam kondisi emosional.
“Aparat perlu mengedepankan pendekatan yang humanis dan proporsional. Prioritas utama saat ini adalah penyelamatan, bantuan, dan pemulihan warga, bukan memperbesar potensi gesekan,” tegasnya.
Menurut Ridwansyah, bencana seharusnya menjadi momentum untuk memperkuat persatuan dan kepedulian sosial, bukan membuka ruang konflik baru. Ia berharap seluruh elemen, baik masyarakat maupun aparat, mampu menempatkan nilai kemanusiaan sebagai pijakan utama dalam setiap tindakan.
“Di tengah musibah, yang paling dibutuhkan adalah sikap saling merangkul dan bekerja bersama. Kemanusiaan harus berdiri di atas segala kepentingan,” pungkasnya.