PAKAR Minta Penegak Hukum Usut Proyek Rusun Poltek Lhokseumawe yang Diduga Bermasalah
Font: Ukuran: - +
Reporter : Zakir
Proyek Pembangunan Rumah Susun (Rusun) Politeknik Negeri Lhokseumawe. [Foto: Acehimage.com - dipublikasi pada 4 Desember 2021]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Direktur Pusat Kajian Advokasi Rakyat Aceh (PAKAR), Muhammad Khaidir, meminta penegak hukum mengusut proyek pembangunan Rumah Susun (Rususn) Politeknik (Poltek) Negeri Lhokseumawe yang diduga bermasalah.
Hal itu disampaikan Koordinator PAKAR menyikapi pemberitaan beberapa media terkait proyek pembangunan Rusun Poltek Lhokseumawe yang saat ini mangkrak dan diduga bermasalah.
“Informasi terkait proyek Rusun Poltek Lhokseumawe yang mangkrak dan diduga bermasalah, perlu disikapi oleh penegak hukum baik dari pihak kepolisian maupun dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh,” kata Direktur PAKAR, Muhammad Khaidir, kepada Dialeksis.com, Rabu (9/2/2022).
Diakui Khaidir, pihak kepolisian dan BPKP memang memiliki prosedur dan meknaisme tersendiri dalam mengusut suatu proyek yang bermasalah atau dugaan adanya tindak pidana korupsi yang merugikan negara. Namun menurutnya, tidak akan menjadi masalah jika penegak hukum melakukan pengusutan atau mendalami terkait informasi proyek Rusun Poltek Lhokseumawe yang diduga bermasalah.
“Kita mengharapkan penegak hukum merespon dan mendalami setiap informasi tentang dugaan tindak pidana korupsi yang merugikan negara. Kalau memang tidak ditemukan indikasi adanya kerugian negara, ya alhamdulillah. Tapi kalau memang sebaliknya bagaimana? Oleh karenanya, baik pihak kepolisian maupun BPKP dapat merespon informasi tersebut, jangan menunggu adanya laporan baru bertindak. Fungsi kontrol dan pengawasan dari instansi negara itu harus berjalan,” ujar Direktur PAKAR.
“Jadi kita meminta pihak penegak hukum baik kepolisian maupun BPKP Aceh untuk turun ke lapangan, meninjau dan mengusut dugaan indikasi kerugian negara pada proyek pembangunan Rumah Susun Politeknik Negeri Lhokseumawe,” pungkas Khaidir.
Secara khusus, Direktur Pusat Kajian Advokasi Rakyat Aceh (PAKAR) itu meminta Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (P2P) Sumatera I Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR agar menghentikan sementara waktu proses kelanjutan proyek Rusun Poltek Lhokseumawe.
"Balai Perumahan Sumatera I Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR harus menghentikan sementara waktu proyek Rumah Susun Politeknik Negeri Lhokseumawe, sampai jelas duduk perkaranya apakah ada indikasi bermasalah atau tidak," pinta Khaidir.
Sebelumnya diberitakan, Proyek pembangunan Rumah Susun Politeknik Negeri Lhokseumawe, Provinsi Aceh, yang dikerjakan oleh PT Sumber Alam Sejahtera, saat ini tampak terlihat seperti proyek yang sudah mangkrak.
Padahal sesuai kontrak kerja, pembangunan proyek senilai Rp 12,79 Milyar yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2021 itu berakhir Desember 2021. Proyek gedung tiga lantai yang ground breaking pada Jumat (30/4/2021) tersebut ditargetkan rampung dalam 240 hari kerja atau selesai pada Desember 2021.
Tapi kondisi di lapangan berbeda jauh jauh sesuai kontrak kerja. Bangunan itu, terlihat seperti proyek mangkrak dan belum selesai. Rumah Susun yang diperuntukkan bagi mahasiswa Politeknik Lhokseumawe Negeri Lhokseumawe itu belum dapat difungsikan pada awal tahun 2022 sebagaimana yang ditargetkan dalam kontrak kerja.
Ternyata, dalam perjalanannya, proyek bersumber dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang awalnya singel years itu kini berubah menjadi multi year. Menurut pengakuan kontraktor, dalam hal ini Direktur PT Sumber Alam Sejahtera, Herianto, Proyek tersebut masih berjalan dan akan dituntaskan pada tahun 2022 ini.
Herianto mengatakan kepada Dialeksis.com beberapa waktu lalu, bahwa proses dari singel year ke multi year proyek tersebut tidak bermasalah secara hukum, karena permasalahan belum selesainya proyek tersebut akibat adanya refocusing atau pemotongan anggaran di tahun 2021 untuk penanganan Covid-19.
Dia menegaskan, apabila proyek tersebut yang tidak selesai pada Desember 2021 itu, bermasalah secara hukum, mestinya sudah dihentikan. Tapi, lanjut Herianto, proyek Rumah Susun Politeknik Negeri Lhokseumawe tersebut masih berjalan sampai sekarang dan dirinya mengaku sedang menunggu pencairan anggaran tahun 2022 untuk kelanjutan proyek dimaksud.
"Jadi kontrak itu saya dapatkan waktu saya jadi pemenang lelang itu singel year tahun 2021. Dalam perjalanan itu kan anggaran terpotong dana Covid, jadinya dianggarkan lagi tahun depan, tahun 2022. Jadi di tahun ini (2021) saya cuma mengerjakan di 7 M strukturnya saja, di tahun 2021. Jadi finish-nya sampai tahun 2022, selesainya," kata Herianto saat dikonfirmasi Dialeksis.com, pada Senin (24/1/2021) lalu.
"Gak ada salah dalam itu, emang anggarannya gak ada jadi dibagi dua, begitu, jadi multi years. Bukan gak selesai. Emang proyek itu dibagi dua di tahun 2021 dan 2022. Gak ada masalah apa-apa gitu, bukan prosesnya gak selesai, emang anggarannya disitu," tegas Herianto, menambahkan.
Koordinator LSM Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani, saat dimintai tanggapan oleh Dialeksis.com terkait masalah tersebut, Sabtu (28/1/2022) meminta pihak BPKP Aceh agar melakukan audit berupa perhitungan persentase kerja, apakah sudah sesuai dengan dokumen kontrak terhadap proyek pembangunan Rusun Poltek Lhokseumawe yang diindikasikan terjadi penyimpangan atau tidak.
Menurut GeRAK, jika hanya audit internal saja tidak cukup, karena tak menjamin independensinya. Untuk itu, menurut Koordinator GeRAK, dibutuhkan audit khusus baik dari pihak BPK atau BPKP. Karena ini merupakan kewajiban dan ranah mereka.
Sementara Kepala BPKP Aceh, Indra Khaira Jaya, saat diminta tanggapan oleh Dialeksis.com pada Senin (31/1/2022) lalu mengatakan, pada prinsipnya, pihaknya siap menindaklanjuti setiap pengaduan. Akan tetapi, tetap didukung dengan bukti yang relevan, kompeten, cukup dan material (REKOCUMA).
"Kami pada prinsipnya siap menindaklanjuti setiap pengaduan yang didukung dengan bukti yang relevan, kompeten, cukup dan material melalui proses FGD untuk meyakini bisa atau tidak ditindaklanjuti dalam bentuk penugasan audit sebagaimana kami lakukan dengan instansi penyidik," ungkap Indra. [Zakir]