DIALEKSIS.COM | Aceh Utara - Musim panen raya pasca Idul Fitri di Kecamatan Seunuddon, Aceh Utara, diwarnai keluhan petani terkait minimnya jumlah mesin pemotong padi atau combine harvester. Kondisi ini membuat proses panen melambat, sementara tanaman padi sudah dalam kondisi siap panen.
Di Desa Tanjong Dama dan beberapa gampong sekitar, hanya ada tiga hingga empat unit mesin panen. Padahal, seluruh lahan sawah di kawasan itu hampir bersamaan memasuki masa panen.
“Semua rebutan mesin, karena jumlahnya sedikit. Kalau pakai tenaga manual, mahal dan lambat,” kata Hamdani, salah satu petani setempat kepada Dialeksis, Kamis (10/4/2025).
Menurut Hamdani, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, jumlah mesin panen tahun ini jauh lebih sedikit.
Petani lain, Basri, juga mengeluhkan hal serupa. Ia mengaku cemas melihat kondisi padinya yang mulai menua dan rawan rontok.
“Pagi, siang, sore kami bolak-balik ke sawah cuma untuk pantau mesin. Sering kali agen bilang hari ini giliran kami, tapi nyatanya cuma janji. Sudah ditunggu seharian, malah ditunda lagi besok,” ujarnya dengan nada kecewa.
Meski sebagian petani mencoba menggunakan jasa panen manual dengan sabit, biaya tinggi dan keterbatasan tenaga kerja membuat pilihan itu tidak ideal.
“Kalau upah panen terlalu mahal, hasil yang kami dapat tidak seberapa lagi,” kata Basri.
Para petani berharap pemerintah daerah segera menambah jumlah mesin panen di musim-musim puncak seperti saat ini.
“Kalau panennya tidak serentak mungkin tidak jadi masalah. Tapi karena semua lahan siap panen bersamaan, kekurangan mesin ini jadi masalah,” pungkasnya.