Rabu, 17 Desember 2025
Beranda / Berita / Aceh / Pasar Dadakan Bermunculan, Harga Masih Selangit

Pasar Dadakan Bermunculan, Harga Masih Selangit

Rabu, 17 Desember 2025 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Baga

DIALEKSIS.COM| Takengon- Memasuki hari ke- 23 bencana banjir bandang di Aceh Tengah, kawasan perkotaan telah memunculkan pasar dadakan. Namun harga beragam kebutuhan pokok masih “selangit”, jauh dari harga normal.

Pantauan Dialeksis.com di seputaran Kota Takengon, Rabu (17/12/2025), kelapa yang selama ini hilang di lapangan, kini mulai bermunculan walau jumlahnya masih terbatas. Harganya sangat mahal. Untuk ukuran kelapa besar antara Rp 25 ribu sampai Rp 30 ribu perbutir.

Ukuran sedang antara dua puluh ribu sampai dua puluh lima ribu, sementara ukuran kecil, seperti kepalan tangan orang dewasa harganya Rp 15.000. Harga kelapa ini akan semakin naik bila jauh dari ibukota Takengon.

Untuk beras juga sudah mulai banyak yang menjualnya. Harganya bervariatif tergantung lokasi, ada yang menjual beras jenis mawar dan kuku balam, untuk ukuran 15 kilogram antara 350 ribu sampai Rp 400 ribu. Untuk jenis dua kelinci di pusat kota sudah ada yang menjualnya Rp 300 ribu.

Telur masih mahal di pasaran, satu papan telur (30 butir) harganya masih bervariasi, antara Rp 110.000- sampai Rp 130.000.

Demikian dengan kebutuhan lainya, seperti minyak makan, harganya masih selangit, gula juga harganya tidak normal. Untuk ikan asin juga harganya dua kali lipat dari harga normal.

Untuk BBM jenis pertamax harganya masih bertahan antara Rp 28 ribu sampai Rp 30 ribu perliter, itu juga yang berada di seputaran kota, semakin jauh dari pusat kota harganya semakin mahal. Untuk solar harganya sama dengan pertamax.

Mulai terbukanya ruas jalan KKA- Lhokseumawe, Bener Meriah, beragam kebutuhan pokok sudah mulai terlihat ada di pasar dadakan. Ruas jalan yang masih tahap perbaikan dengan sistem buka tutup ini, telah membantu pemasokan kebutuhan pokok untuk masyarakat.

Namun harganya masih tinggi, mereka yang selama ini bekerja serabutan, membeli beras sebambu setiap harinya, dengan kondisi ini sangat terjepit. Pekerjaan tidak ada, sementara kebutuhan untuk bertahan hidup harganya terus meninggi.

“Susah banget saat ini, walau kami tidak langsung terkena musibah, namun kami terkena dampakanya. Penghasilan nyaris selama sebulan ini tidak ada, sementara anak-anak sekolah di luar. Untuk kebutuhan hidup disini saja kami sudah susah,” sebut Amar, salah pekerja harian yang membantu menjual ikan dari pesisir (laut).

Ketika jalan putus, ikan tidak masuk ke Takengon, Amar kehilangan sumber hidupnya. Kini dia bertahan hidup seadanya. Nasib yang sama seperti Ama, banyak dirasakan masyarakat yang bekerja serabutan.

Mereka mengandal upah harian untuk bertahan hidup. Kondisi musibah ini semakin memperparah keadaan mereka, barang-barang harganya selangit. Sulit untuk mereka jangkau, walau hanya sekedar bertahan hidup.

Selain sembako yang dijual di pasar dadakan, ada fenomena baru. Kayu bakar yang selama ini sangat jarang terlihat di pasaran, kini nyaris hampir di setiap sudut kota ada yang menjual kayu bakar. Harganya juga terbilang mahal, untuk ukuran satu ikat antara Rp 25 ribu sampai tiga puluh ribu. Satu ikat kayu bakar, bisa bertahan untuk berhemat memasak beragam kebutuhan selama dua hari. Itu juga tergantung kualitas kayunya.

Soal kayu ada pemandangan yang tidak pernah dialami masyarakat, kini warga berebut untuk mendapatkan kayu yang hanyut di DAS Pesangan. Kayu kayu ini sudah menumpuk di Danau Lut tawar, kemudian dilarikan air sepanjang DAS.

Hasil pertanian lokal harganya murah, cabe misalnya bila dibeli antara Rp 15 sampai 20 ribu sekilogram. Tomat Rp 5 ribu, demikian dengan sayur mayor ada yang mengalami kenaikan.

Untuk kopi disaat negeri ini sedang musibah, dimana sebelumnya harga jual untuk 1 kaleng mencapai Rp 250 ribu, kini ada yang membeli antara Rp 130 ribu sampai Rp 150 ribu, itu juga hanya dikawasan tertentu yang bisa panen.

Untuk kawasan musibah rata rata walau kebun kopi selamat, namun kondisinya rusak, buahnya rontok, daunya berubah warna.

Sementara itu, Pemda Aceh Tengah bersama tim terkait dalam menangani bencana terus memacu pembukaan jalan agar masyarakat yang selama ini terisolir, dapat secepatnya dibebaskan. Data terahir Aceh Tengah, masih ada 80 desa yang masuk klasifikasi terisolir.

Banyak perkampungan penduduk yang harus direlokasi, karena kondisi lapangan banyak perkampungan yang terkena musibah sudah tidak layak lagi dijadikan sebagai kawasan perkampungan penduduk.


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI