kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Pasar Pagi Tungkob, Tradisi Pagi yang Menggerakkan Perekonomian Petani Lokal

Pasar Pagi Tungkob, Tradisi Pagi yang Menggerakkan Perekonomian Petani Lokal

Jum`at, 23 Agustus 2024 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Pasar Pagi Tungkob, yang terletak strategis di simpang jalan antara Lambaro Angan, Blangbintang, dan Darussalam. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Di sebuah sudut Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh Besar, terdapat sebuah pasar yang telah menjadi nadi kehidupan bagi para petani lokal. 

Pasar Pagi Tungkob, yang terletak strategis di simpang jalan antara Lambaro Angan, Blangbintang, dan Darussalam, adalah tempat di mana tradisi dan ekonomi bertemu dalam keheningan dini hari. 

Pasar ini bukan sekadar tempat jual beli, melainkan cerminan dari ketekunan dan kerja keras petani yang memulai harinya bahkan sebelum matahari terbit.

Pasar Pagi Tungkob, yang diperkirakan sudah ada sejak tahun 1980-an, adalah salah satu pasar tradisional yang masih bertahan di tengah modernisasi yang kian merambah Aceh. 

Pasar ini diadakan setiap hari tanpa kenal libur, dimulai sekitar pukul 03.30 dan harus berakhir sebelum pukul 07.20, saat jalan mulai dipadati kendaraan. 

Para petani dari berbagai desa di sekitar Tungkob, seperti Lambaro Angan, Lampuuk, Cot Keueng, Lam Ateuk, Beurabung, dan Limpok, berbondong-bondong membawa hasil kebun mereka untuk dijual di pasar ini.

Rauhul, seorang petani yang telah menjual sayurannya di Pasar Pagi Tungkob selama lebih dari dua dekade, mengisahkan perjuangan dan harapan yang terkandung dalam setiap ikat bayam, kangkung, dan sawi yang dibawanya ke pasar. 

"Setiap pagi, kami bangun sebelum subuh. Sayuran harus dipanen dalam kondisi segar agar bisa dijual dengan harga yang layak," ujar Rauhul kepada Dialeksis.com, Jumat (23/8/2024).

Ia tidak hanya sekadar menjual sayur, tapi juga menjual hasil kerja keras kami. Pasar ini adalah tempat di mana bisa langsung bertemu dengan pembeli, baik agen maupun masyarakat biasa, dan berinteraksi langsung dalam tawar-menawar harga.

Pasar Pagi Tungkob memang sederhana. Para pedagang hanya beralas goni atau terpal yang dibentangkan di jalanan, menjajakan hasil bumi mereka yang masih segar. 

Di sini, transaksi dilakukan secara langsung, sering kali dengan tawar-menawar yang hangat. 

"Tawar-menawar itu bagian dari tradisi, dan di sinilah kami bisa merasa lebih dekat dengan pembeli, Mereka tahu bahwa sayuran yang mereka beli ini ditanam dengan susah payah, dan kami juga bisa mendapat harga yang sesuai," ujarnya. 

Sayuran yang dijual di Pasar Pagi Tungkob sangat beragam, mulai dari bayam, kangkung, sawi, seledri, selada, daun bawang, hingga tomat Aceh. 

Selain sayuran, ada juga hasil bumi lain seperti cabai dan tempe yang menjadi pilihan bagi masyarakat setempat. 

Pasar ini pun semakin ramai menjelang hari-hari besar dalam kalender Islam, seperti bulan Maulid, puasa, dan Lebaran, di mana permintaan sayuran dan bahan pangan lainnya meningkat tajam.

"Pada hari-hari besar, seperti menjelang puasa atau Lebaran, pasar ini luar biasa ramainya, Kami sering kehabisan sayuran sebelum jam tujuh pagi. Tidak ada yang tersisa. Masyarakat dari Banda Aceh pun sering datang ke sini untuk membeli dalam jumlah besar," ujarnya. 

Pasar Pagi Tungkob, yang terletak strategis di simpang jalan antara Lambaro Angan, Blangbintang, dan Darussalam. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]

Meski tampak sederhana, pasar ini memainkan peran penting dalam perekonomian lokal. 

Para petani seperti Rauhul mengandalkan pasar ini sebagai tempat utama untuk menjual hasil pertanian mereka. 

Di tengah tantangan modernisasi, pasar ini tetap bertahan sebagai simbol ketahanan dan kebersamaan komunitas petani lokal. 

"Selama masih ada tanah untuk ditanami dan tangan yang mau bekerja, pasar ini akan terus hidup," jelasnya.

Pasar ini tidak hanya menjadi tempat jual beli, tetapi juga ruang sosial yang mempertemukan para petani dengan agen, pembeli, dan masyarakat umum. Interaksi yang terjadi di sini memperkuat ikatan sosial dan menjaga keberlangsungan tradisi yang telah mengakar di masyarakat. 

"Pasar Pagi Tungkob adalah bukti nyata bagaimana ekonomi lokal bisa bertahan dan berkembang dengan tetap menjaga nilai-nilai tradisional," ujarnya. 

Di sisi lain, masyarakat setempat bisa mendapatkan sayuran segar dengan harga yang relatif lebih murah dibandingkan di pasar-pasar modern. 

"Harga di sini jauh lebih murah, dan sayurannya segar," kata Nisa, seorang pembeli yang rutin berbelanja di Pasar Pagi Tungkob.

Ia selalu belanja di sini hampir setiap hari karena lebih ekonomis dan kualitasnya bagus.

"Pasar Pagi Tungkob bukan hanya sebuah pasar, tetapi juga bagian dari budaya dan tradisi masyarakat Darussalam yang telah berlangsung puluhan tahun," tuturnya.[nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda