DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Rencana pembangunan lanjutan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Yulidin Away, Tapaktuan, Aceh Selatan, kembali kandas setelah Pemerintah Aceh secara mengejutkan membatalkan tender proyek bernilai Rp15,9 miliar.
Padahal, pemenang tender sudah resmi diumumkan melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), yaitu PT Tsaraya Bangun Abadi dengan penawaran Rp15,62 miliar.
Pembatalan sepihak ini menuai kekecewaan mendalam dari masyarakat, khususnya kalangan pemuda di kawasan barat selatan Aceh (Barsela).
Salah satunya disampaikan oleh Akmal, pemuda asal Aceh Selatan, yang menilai keputusan tersebut mencerminkan adanya diskriminasi pembangunan antarwilayah di Aceh.
“Itu pandangan kami, bagi anak muda jelas ada misi diskriminasi terhadap wilayah Barsela. Kalau kita lihat, hampir semua kegiatan besar diarahkan ke pesisir timur Aceh, sementara Barsela seperti dikesampingkan,” ujar Akmal kepada wartawan dialeksis.com, Rabu (24/9/2025).
Menurutnya, RSUD Yulidin Away Tapaktuan direncanakan menjadi rumah sakit rujukan regional bagi masyarakat Barsela yang mencakup Aceh Selatan, Aceh Barat Daya, Subulussalam, Aceh Singkil, hingga Simeulue.
Namun dengan dibatalkannya proyek ini, kebutuhan dasar masyarakat di bidang kesehatan kembali terbengkalai.
“Kami berharap tender rumah sakit ini bisa dikembalikan, jangan dihapus begitu saja. Kami minta Gubernur Aceh dan jajaran pemerintah tidak melihat Barsela sebelah mata. Ini kebutuhan vital, bukan proyek biasa,” tegas Akmal.
Akmal menyebutkan, pembatalan proyek vital ini memperlebar kesenjangan pembangunan antara Barsela dengan wilayah lain di Aceh.
Ia menilai keputusan tersebut bukan hanya bentuk kelalaian, tetapi juga pengabaian terhadap hak dasar masyarakat.
“Bagi kami, ini jelas bentuk abai dan tidak peduli terhadap wilayah barat selatan. Pemerintah Aceh seolah-olah menganggap gagalnya sebuah kegiatan publik tidak menjadi persoalan serius. Padahal, dampaknya langsung dirasakan masyarakat kecil yang butuh pelayanan kesehatan,” tambahnya.
Lebih jauh, Akmal menilai pembatalan tender ini menunjukkan lemahnya manajemen anggaran di bawah kepemimpinan Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem. Ia mengingatkan, pembangunan rumah sakit bukan sekadar proyek, melainkan urusan kemanusiaan yang menyangkut nyawa warga.
“Pejabat Pemerintah Aceh tidak boleh lepas tanggung jawab. Jangan sampai masyarakat berpikir ada kepentingan lain di balik pembatalan ini. Kami butuh kejelasan, transparansi, dan yang terpenting, kepastian rumah sakit ini benar-benar dibangun,” pungkasnya. [nh]