Pemerintah Aceh Belum Optimal Gunakan UUPA dalam Pengelolaan Hutan
Font: Ukuran: - +
Reporter : Zulkarnaini
Zulfikar Mirza Peneliti Analisa Demokrasi Indonesia
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dalam pengelolaan hutan, Pemerintah Aceh belum menggunakan secara maksimal Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA). Saat ini, Pemerintah Aceh masih menggunakan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, sehingga kewenangan pengelolaan sumber daya alam tetap berada di tangan Pemerintah Provinsi dan Pusat.
"Menggunakan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah saat ini, sedangkan Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA) sudah ada, belum dimanfaatkan secara sempurna dalam pengelolaan hutan," kata Zulfikar Mirza Peneliti Analisa Demokrasi Indonesia dalam wawancara dengan Dialeksis.com pada Selasa (18/7/2023).
Dalam Qanun No. 7 Tahun 2016 tentang kehutanan Aceh, terdapat peluang untuk pola kerjasama dalam pemanfaatan hutan yang dapat melibatkan partisipasi masyarakat. Masyarakat dapat bekerja sama dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) untuk memanfaatkan hutan, terutama dalam hal pemanfaatan Hutan Tanaman Industri (HTI) selama 10 tahun dengan kemungkinan perpanjangan.
"Masyarakat bisa bekerja sama dengan KPH untuk pemanfaatan hutan terutama untuk pemanfaatan HHBK selama 10 tahun dan bisa diperpanjang," tambah Zulfikar Mirza.
Namun, hingga saat ini belum ada petunjuk teknis yang mengatur hal ini, meningkatkan risiko penyalahgunaan aturan untuk kepentingan tertentu. Dalam kata lain, tanpa adanya aturan yang jelas, hal ini dapat menjadi wilayah yang rentan terhadap tindakan korupsi.
“Pola Kerjasama Kehutanan Aceh tidak bisa dilakukan lagi sejak terbit PP No 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan Aceh. PP ini lahir dari UU Cipta Kerja,” kata Zulfikar.
"Singkatnya tanpa aturan bisa menjadi wilayah koruptif yang baru," tegas Zulfikar.
Dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan hutan, Pemerintah Aceh perlu melakukan evaluasi dan kajian ulang terhadap penggunaan UUPA sebagai landasan hukum. Perlu melibatkan semua pihak terkait, termasuk masyarakat, organisasi lingkungan, dan ahli hukum, guna mencapai kesepakatan yang adil dan berkelanjutan.
"Perlu dilakukan kajian ulang terkait penggunaan UUPA sebagai landasan hukum, dan itu harus melibatkan semua pihak," saran Zulfikar.
Dengan menerapkan aturan yang jelas dan melibatkan partisipasi masyarakat, pengelolaan hutan di Aceh dapat menjadi lebih efektif, berkelanjutan, dan memberikan manfaat yang adil bagi seluruh pemangku kepentingan, termasuk masyarakat lokal dan pelestarian lingkungan.