Rabu, 17 Desember 2025
Beranda / Berita / Aceh / Pemerintah Aceh Buka Suara soal Isu Surat ke PBB yang Beredar

Pemerintah Aceh Buka Suara soal Isu Surat ke PBB yang Beredar

Selasa, 16 Desember 2025 19:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA. Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemerintah Aceh menegaskan bahwa seluruh langkah penanganan bencana besar yang melanda sejumlah wilayah di Aceh tetap berada dalam koridor koordinasi nasional dan di bawah supervisi pemerintah pusat. 

Penegasan ini disampaikan Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA kepada awak media yang dihadiri media dialeksis.com, Selasa, 16 Desember 2025, merespons beragam spekulasi publik terkait komunikasi pemerintah daerah dengan sejumlah lembaga internasional.

Lebih lanjut, Muhammad MTA menyebutkan bahwa Pemerintah Aceh juga mempertimbangkan pengalaman historis sejumlah lembaga internasional yang pernah terlibat langsung dalam penanganan bencana tsunami Aceh 2004, seperti UNDP, IOM, dan UNICEF. 

Ketiga lembaga tersebut dinilai memiliki rekam jejak kuat dan masih menjadi mitra strategis pemerintah Indonesia hingga saat ini.

“UNICEF, misalnya, sampai April masih memiliki program pendampingan di Aceh, terutama terkait perlindungan anak. Pemerintah Aceh sebagai pilar utama penanganan bencana merasa penting untuk mengharapkan mereka tetap eksis dan melanjutkan program, khususnya untuk pemulihan pascabencana,” jelasnya.

Hal serupa juga diharapkan dari UNDP dan IOM. Meski memiliki afiliasi internasional, Muhammad MTA menegaskan bahwa seluruh aktivitas lembaga tersebut tetap harus mengikuti mekanisme yang berlaku di Indonesia dan mendapatkan izin pemerintah pusat.

“Mereka tidak bisa masuk tanpa izin pemerintah pusat. Itu hal yang sangat biasa dan sudah menjadi prosedur baku,” katanya.

Muhammad MTA menjelaskan, sejak awal status bencana ditetapkan secara berjenjang, dimulai dari tingkat kabupaten/kota, kemudian meningkat menjadi bencana provinsi. 

Sementara itu, pemerintah pusat melalui lembaga nasional tetap melakukan supervisi intensif dan menetapkan penanganan bencana di Sumatera, termasuk Aceh, sebagai salah satu prioritas strategis nasional.

“Walaupun statusnya bencana provinsi, supervisi dari pemerintah pusat itu luar biasa. Ini menunjukkan bahwa negara hadir dan menjadikan bencana ini sebagai prioritas nasional,” ujar Muhammad MTA.

Menurutnya, dengan skala bencana yang besar dan dampak kemanusiaan yang luas, Pemerintah Aceh memandang perlu mengambil langkah-langkah ekstra, salah satunya dengan mengundang dan mengoordinasikan keterlibatan berbagai lembaga yang memiliki fokus pada kebencanaan dan pemulihan pascabencana.

Hingga saat ini, tercatat 77 lembaga kemanusiaan telah masuk dan terdaftar secara resmi di Desk BNPB serta Posko Penanganan Bencana Aceh. Dari puluhan lembaga tersebut, sekitar 1.900 relawan terlibat langsung dalam berbagai aktivitas kemanusiaan, mulai dari tanggap darurat hingga pendampingan awal pemulihan.

“Ini bukan kerja kecil. Ada ribuan relawan yang bergabung dan bekerja di lapangan. Semua terkoordinasi dan tercatat secara resmi,” tegasnya.

Terkait isu yang berkembang di media sosial yang menyebutkan seolah-olah Gubernur Aceh melangkahi kewenangan Presiden dengan mengirim surat langsung ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Muhammad MTA menegaskan bahwa narasi tersebut tidak benar dan merupakan dampak dari miskomunikasi publik.

“Yang dibangun seakan-akan gubernur melangkahi presiden. Padahal tidak demikian. Surat itu bukan ditujukan ke PBB, melainkan ke lembaga-lembaga yang memang sudah ada dan bermitra dengan pemerintah Indonesia,” tegasnya.

Ia mengakui bahwa dalam situasi bencana besar, dinamika psikologi massa dan derasnya informasi di media sosial kerap memunculkan pro dan kontra. 

Namun, ia memastikan bahwa baik Pemerintah Aceh maupun pemerintah pusat terus berkomunikasi dan saling memahami.

Bahkan, lanjutnya, Badan Komunikasi Presiden telah menerima penjelasan dan menyambut positif langkah-langkah yang diambil Pemerintah Aceh sebagai bagian dari upaya mempercepat pemulihan.

“Ini bencana yang luar biasa, belum pernah terjadi selain tsunami. Maka penanganannya juga harus luar biasa. Pemerintah pusat, pemerintah Aceh, dan kabupaten/kota memikirkan secara menyeluruh,” ujarnya.

Selain UNICEF, UNDP, dan IOM, beberapa lembaga lain seperti Islamic Relief juga telah masuk dan terdaftar di desk kebencanaan. 

Skema kerja sama ke depan, menurut Muhammad MTA, akan disesuaikan dengan hasil komunikasi masing-masing lembaga dengan pemerintah pusat, apakah melalui kerja sama langsung dengan pemerintah atau melalui program mandiri yang tetap berizin.

Sebagai pemerintah daerah, Muhammad MTA menegaskan komitmen Pemerintah Aceh untuk terus melakukan yang terbaik selama status bencana masih berlangsung, terutama dalam memastikan terpenuhinya hak-hak korban.

“Untuk kepentingan umum dan publik, serta demi pemulihan masyarakat, Pemerintah Aceh akan terus bekerja maksimal. Fokus utama kita adalah keselamatan, pemulihan, dan perlindungan hak-hak korban,” pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI