kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Pemerintah Aceh Harus Konsisten Terapkan Perpres 125/2016 untuk Tangani Pengungsi

Pemerintah Aceh Harus Konsisten Terapkan Perpres 125/2016 untuk Tangani Pengungsi

Kamis, 30 Desember 2021 16:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Koordinator KontraS Aceh, Hendra Saputra. [Foto: IST]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh mendesak Pemerintah Aceh serius menyikapi kedatangan pengungsi Rohingya yang terdampar di perairan Aceh sejak Minggu, 26 Desember 2021 lalu. 

Seperti diketahui, kapal yang memuat sedikitnya 120 orang yang terdiri dari laki-laki, perempuan hingga anak-anak itu terpantau sejak Minggu di perairan Bireuen. Mereka telah mengarungi lautan selama berbulan-bulan, sehingga butuh pertolongan untuk bertahan hidup.

Terdamparnya pengungsi Rohingya ke daratan Aceh telah terjadi kesekian kalinya. Namun, Pemerintah Aceh hingga kini belum memiliki mekanisme penanganan yang komprehensif terhadap kedatangan pengungsi tersebut. 

Seperti dikabarkan pada Selasa (28 Desember 2021), pemerintah sempat mengambil langkah dengan memasok logistik ke kapal pengungsi sebagai dalih agar mereka melanjutkan perjalanannya menuju negara tujuan.

Namun, sikap tersebut menuai sorotan dari sejumlah organisasi sipil, baik lokal, nasional hingga internasional. Namun belakangan, Pemerintah RI akhirnya secara resmi menyatakan bakal menampung lebih dulu para pengungsi atas nama kemanusiaan.

Perdebatan soal penanganan pengungsi seharusnya tak perlu berlarut-larut, jika pemerintah konsisten mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 Tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri, guna menindaklanjuti temuan semacam ini yang juga sudah terjadi berulang kali di Aceh.

Dengan aturan ini pula, jelas bagi Pemerintah Aceh untuk mengambil langkah yang sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai kemanusiaan, yakni dengan memberi pertolongan kepada mereka yang tak lain korban konflik di negara asalnya, Myanmar. 

Salah satu caranya dengan menyelamatkan pengungsi itu ke daratan dan memberi pelayanan yang manusiawi terhadap mereka.

Pasal 9 Perpres 125/2016 telah merincikan langkah-langkah pertolongan itu. Yakni, setiap pengungsi yang ditemukan dalam keadaan darurat harus lebih dulu dipindahkan ke kapal penolong, jika kapal mereka dalam kondisi rusak dan akan tenggelam. 

Lalu mereka dibawa ke pelabuhan atau daratan terdekat jika aspek keselamatan nyawa pengungsi dalam keadaan terancam.

Selanjutnya, instansi terkait juga perlu mengidentifikasi pengungsi yang membutuhkan bantuan medis gawat darurat. Terakhir, para pengungsi diserahkan ke Rumah Detensi Imigrasi di pelabuhan atau daratan terdekat.

KontraS Aceh menegaskan, pemerintah seharusnya konsisten dalam mengimplementasikan aturan yang dibuatnya sendiri. Apalagi, perhatian dari masyarakat dan desakan elemen sipil lainnya, patut menjadi pertimbangan bagi pemerintah.

Belum diketahui pasti alasan dari sikap pemerintah di awal-awal kedatangan pengungsi itu. Namun dari sejumlah informasi yang diterima KontraS Aceh, patut diduga sikap tersebut beranjak dari terungkapnya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menjerat beberapa nelayan dalam pendaratan pengungsi Rohingya sebelumnya.

Terlepas dari indikasi tersebut, KontraS Aceh tetap meyakini bahwa aspek kemanusiaan harusnya lebih dikedepankan ketimbang pendekatan hukum dalam menangani para pengungsi. Perlu diingat, bahwa ini menyangkut nyawa manusia. 

Ketika otoritas di sebuah negara punya kemampuan untuk memberi pertolongan, seharusnya tidak sulit untuk mengambil langkah-langkah yang lebih manusiawi.[]

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda