Pemerintah Aceh Terbitkan IUP 15 Perusahaan Bukan Tanpa Antisipasi, GeRAK Aceh: Omong Kosong, Sangat Menipu Publik
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Provinsi Aceh, Askhalani. [Dok: ist]
DIALEKSIS.COM | Aceh - Pemerintah Aceh menyebutkan bahwa penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) 15 perusahaan menjelang Nova Iriansyah purna tugas sudah sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
Pemerintah Aceh mengatakan bahwa izin ini diterbitkan dengan harapan bisa menjadi semangat baru untuk membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat Aceh sekitar tambang.
Adapun untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, Pemerintah Aceh akan meminta jaminan reklamasi jika ke-15 perusahaan tersebut tidak melakukan kewajiban mereka. Bahkan Pemerintah Aceh melalui dana deposito bisa saja menggunakannya untuk melakukan pengembalian kepada posisi awal.
Merespons hal tersebut, Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani mengatakan, ungkapan yang disampaikan oleh Pemerintah Aceh hanyalah modus untuk mengelabui semata.
Askhalani menegaskan, pihaknya yang sudah cukup lama mempelajari perizinan pertambangan di Aceh tak akan mudah terbuai dengan ungkapan yang disampaikan Pemerintah Aceh. Bahkan dalam pembahasan 15 IUP ini, ada beberapa hal yang menjadi landasan untuk mereka kritisi.
Diantaranya, Askhalani menduga bahwa tak ada jaminan ke-15 perusahaan tersebut akan bekerja. Bahkan pihaknya menduga ke-15 perusahaan itu menggunakan konsep bisnis portofolio.
“Bisnis dengan konsep portofolio adalah hanya ingin mendapatkan izin secara gampang, kemudian dengan izin yang sudah ada itu akan diakuisisi untuk kepentingan kredit. Bisa saja dengan menempatkan perusahaan di pasar saham, atau dijualbelikan kepada pihak ketiga,” jelas Askhalani kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Kamis (10/11/2022).
Di samping itu, Askhalani membantah adanya jaminan deposito. Dirinya menegaskan bahwa di dunia tambang, dana deposito yang ditempatkan itu tidak menjamin bahwa uang itu akan dipakai untuk kepentingan dunia lingkungan.
“Perkara ini bukan bahwa masalah prosesinya sudah sesuai. Ya, kek mana nggak sesuai orang cuman dilakukan dengan memudahkan proses perizinan,” ungkap Askhalani.
Menurut Askhalani, tujuan dari pemudahan perizinan ini oleh Pemerintah Aceh hanya ingin mencatat atau sudah melakukan yang namanya kontrak dengan pihak ketiga dan sudah ada orang yang menempatkan uang.
“Yang diukur itu setiap tahun adalah berapa jumlah penerimaan pendapatan yang kemudian dipublikasi. Itu saja,” kata dia.
Di sisi lain, Koordinator GeRAK Aceh itu menduga juga bahwa ke-15 perusahaan ini hanyalah untuk kepentingan relasi bisnis dengan para pebisnis dengan pemberi izin.
Bahkan, Askhalani juga menduga ada upaya kolaborasi dan juga dugaan suap atau kongkalikonga antara yang mengurus izin dengan penerima izin.
“Siapa yang menerima izin, DPMPTSP dengan Dinas ESDM Aceh,” tegas Askhalani.
Askhalani juga menegaskan bahwa pihaknya sudah mengantongi beberapa temuan awal yang dapat diduga berpotensi pada dugaan tindak pidana korupsi.
GeRAK Aceh juga sudah melakukan koordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa temuan mereka itu akan dilaporkan secara langsung ke KPK.
“karena GeRAK menemukan fakta-fakta celah bahwa konsep pemberian izin itu kan diakhir masa jabatan. Coba ditarik dengan relasi kepentingan, ada apa kok tiba-tiba, seseorang yang mau berakhir masa jabatannya malah mengeluarkan izin,” ucap Askhalani.
Hal yang juga membuat GeRAK Aceh curiga adalah pemberian izin kepada ke-15 perusahaan tersebut juga ada yang berada di wilayah yang sebelumnya sudah pernah ditertibkan, yaitu izin-izin yang sebelumnya pernah dicabut oleh Pemerintah Aceh karena saat itu sedang didorong moratorium tambang.
“Di satu sisi ini ada kelompok, atau ada geng-geng yang bermain secara bisnis. Karena itu, GeRAK menemukan celah, ada beberapa celah yang berpotensi dapat diduga adanya modus tertentu yang mengarah ke kepentingan-kepentingan gratifikasi, suap-menyuap dan sebagainya,” jelas Askhalani.
“Kalau disebutkan tadi bahwa izinnya sudah dilakukan, kemudian nanti ada dana deposito, itu nonsense (omong kosong), nggak ada. Sangat menipu publik. Kalau tipu publik di gampong-gampong boleh, tapi kita yang mendalami khusus bidang pertambangan tahu sekali bagaimana konsepnya,” tegasnya.
Selain itu, atas koordinasi yang telah dibangun oleh GeRAK Aceh dengan KPK, hasil koordinasi itu, Askhalani mengatakan, pihaknya akan menyerahkan semua kewenangan tersebut kepada KPK.
“Apakah nanti KPK akan melakukan supervisi, itu kita serahkan ke KPK untuk mendalami temuan kita. yang pasti kita sudah menyampaikan materi-materi permulaan awal yang itu bisa menjadi alat bukti untuk perhatian KPK,” pungkasnya.(Akhyar)
- Donor Darah ASN Pemerintah Aceh Bertambah 26 Kantong, Total 11.612 Sepanjang Tahun 2022
- GeRAK Aceh Minta BPK dan Inspektorat Lakukan Audit Terhadap RS Regional di Aceh Tengah
- Ini Profil Perusahaan Pemenang Tender Pembangunan RS Regional Aceh Tengah
- Pemerintah Aceh Segera Bahas Penanganan Banjir dengan Lintas Instansi, Bantuan Terus Disalurkan