Beranda / Berita / Aceh / Pemugaran Rumoh Geudong di Aceh Dikecam: Obstruction of Justice atau Memorialisasi?

Pemugaran Rumoh Geudong di Aceh Dikecam: Obstruction of Justice atau Memorialisasi?

Selasa, 14 Januari 2025 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Dr. Otto Syamsuddin Ishak, mantan Ketua Tim Penyelidikan Proyustisia Komnas HAM. [Foto: dok. Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemugaran Rumoh Geudong di Pidie, Aceh, yang pernah menjadi saksi bisu pelanggaran HAM berat selama konflik Aceh, menuai kritik tajam. 

Wakil Menteri Hukum dan HAM, Mugiyanto, sebelumnya menegaskan bahwa revitalisasi yang mengubah lokasi itu menjadi Memorial Living Park tidak menghilangkan aspek-aspek penting dari sejarah kelamnya. Namun, klaim tersebut dibantah oleh Dr. Otto Syamsuddin Ishak, mantan Ketua Tim Penyelidikan Proyustisia Komnas HAM.

“Itu bukan pemugaran, tapi perusakan barang bukti. Bahkan, sudah bisa dikategorikan sebagai obstruction of justice,” kata Otto mantan Ketua Komnas HAM dalam pernyataannya kepada Dialeksis.com, Selasa (14/1/2025).

Otto mengungkapkan sejumlah tindakan yang dianggap menghilangkan bukti penting. Ia menyoroti penimbunan comberan, sumur tua, dan pekarangan yang diduga menjadi lokasi pembuangan jasad korban. 

“Kemana tulang belulang itu disimpan? Comberan dan sumur tua yang diduga tempat penyiksaan dan pembuangan jasad korban juga sudah ditimbun. Begitu pula pekarangan yang ditanami pohon pisang, yang diduga lokasi penguburan korban, kini tertutup bangunan baru,” ujar Otto.

Ia menyayangkan langkah tersebut justru menghapus jejak sejarah Rumoh Geudong sebagai tempat penyiksaan selama konflik. 

Menurutnya, pembangunan ini bertolak belakang dengan upaya penegakan keadilan dan pemulihan bagi korban.

“Mugiyanto, yang pernah menjadi korban penculikan dan penyiksaan, seharusnya memiliki empati dan sensitivitas lebih tinggi. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Bagaimana mungkin memorialisasi ini tidak peka terhadap korban dan hukum yang belum ditegakkan?” ujar Otto.

Ia juga mengkritik lambannya tindak lanjut hasil penyelidikan proyustisia Komnas HAM yang hingga kini belum diproses oleh Kejaksaan Agung, DPR, maupun Presiden. Menurutnya, pemugaran ini hanya semakin memperumit jalan menuju keadilan bagi para korban.

Selain itu, Otto mengingatkan bahwa Rumoh Geudong tidak hanya menjadi simbol pelanggaran HAM, tetapi juga situs penting dalam sejarah politik Aceh. Rumah ini dulunya adalah kediaman seorang hulubalang besar yang memiliki pengaruh di wilayah Pidie.

“Pembangunan Memorial Living Park di atas tapak sejarah ini merusak nilai historis Rumoh Geudong. Alih-alih memperkuat ingatan kolektif, langkah ini malah menghapus jejak pentingnya,” katanya.

Otto menegaskan dalam pernyataannya agar memperkuat desakan dari berbagai pihak agar pemerintah meninjau ulang proyek ini. 

“Publik pun menantikan langkah tegas pemerintah dalam menyeimbangkan upaya memorialisasi dengan penegakan hukum atas pelanggaran HAM yang terjadi di Rumoh Geudong,” pungkasnya. [ar]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI