Pengangguran Jadi Kambing Hitam, Kadin Aceh: Penerbitan IUP Merupakan Pembodohan Publik
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Aceh Bidang BUMN DAN BUMD, Abdul Hadi Abidin, SH. [Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Juru Bicara Bustami-Fadhil Hendra Budian, dalam pernyataan mengatakan kebijakan penerbitan izin tambang adalah langkah strategis untuk menarik investasi dan menekan pengangguran. Menurutnya, sektor tambang memiliki potensi besar dalam meningkatkan perekonomian Aceh.
Hendra bahkan memberikan contoh konkret dari PT MIFA Bersaudara yang telah menjadi salah satu penyumbang terbesar bagi pendapatan Aceh.
Ia menegaskan bahwa setiap izin tambang yang diterbitkan telah melalui proses birokrasi yang transparan dan akuntabel.
"IUP ini tidak diterbitkan secara sembarangan. Prosesnya sudah berlangsung sejak PJ Gubernur sebelumnya, dan semuanya telah melalui mekanisme yang akuntabel,” jelas Hendra.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Aceh Bidang BUMN DAN BUMD, Abdul Hadi Abidin, SH, dengan tegas menyatakan ketidaksetujuannya terhadap penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh Pj Gubernur Aceh yang lalu, Bustami Hamzah.
Menurut Adi Maros, sapaan akrab Abdul Hadi Abidin, kebijakan tersebut tidak rasional, bahkan terkesan sebagai upaya untuk menguntungkan kelompok tertentu dengan mengatasnamakan pengurangan pengangguran.
Dalam pernyataannya, Adi Maros menilai bahwa klaim yang disampaikan oleh juru bicara Bustami, Hendra Budian, bahwa izin tambang diterbitkan untuk menekan angka pengangguran, tidak dapat diterima akal sehat.
“Mereka mengambinghitamkan pengangguran Daerah Aceh untuk kepentingan kroni mereka. Ini jelas-jelas pembodohan publik,” ujar Adi Maros pada Dialeksis.com, Senin (30/9/2024).
Adi Maros menyoroti bahwa dalam kurun waktu hanya empat bulan, sebanyak sembilan IUP telah diterbitkan oleh Pj Gubernur Bustami.
Ia menganggap jumlah tersebut tidak masuk akal dan menegaskan bahwa proses penerbitan IUP tersebut cenderung berpihak kepada kepentingan kelompok tertentu.
“Sebagai perbandingan, Gubernur sebelumnya, seperti Dr. Zaini Abdullah dan Mualem, dalam lima tahun kepemimpinan mereka hanya menerbitkan empat IUP. Sekarang, Bustami hanya butuh empat bulan untuk menerbitkan sembilan izin,” tambahnya.
Adi Maros mendesak DPR Aceh untuk segera membentuk panitia khusus (Pansus) guna mengkaji ulang seluruh izin tambang yang diterbitkan oleh Bustami.
Menurutnya, jika ditemukan pelanggaran hukum dalam penerbitan izin tersebut, maka seluruh IUP harus segera dibatalkan.
"Saya meminta Pansus DPR untuk melihat kembali, mengkaji, dan jika ada aturan yang dilanggar, segera dibatalkan IUP-IUP ini,” tegasnya.
Dia juga meminta Pemerintah Aceh untuk lebih berhati-hati dalam menerbitkan izin tambang di masa depan.
Terlebih lagi, ia menekankan pentingnya memperhatikan kesejahteraan masyarakat setempat, terutama putra daerah yang sering kali tidak mendapatkan manfaat langsung dari hadirnya perusahaan tambang di Aceh.
“Perusahaan luar yang masuk ke Aceh tidak banyak menampung tenaga kerja lokal. Jadi, tidak bisa diterima jika alasan penerbitan IUP ini adalah untuk mengatasi pengangguran. Itu hanya alasan untuk menutupi kepentingan kelompok tertentu,” ujarnya.
Adi Maros juga menyoroti pernyataan juru bicara Bustami, Hendra Budian, yang menyebut bahwa investasi tambang merupakan solusi untuk mengurangi pengangguran di Aceh.
Menurutnya, pernyataan tersebut sangat tidak berdasar dan mengarah kepada pembodohan publik.
“Kita menolak dengan tegas penyampaian jubir ini. Jangan membodohi publik dengan mengkambinghitamkan pengangguran di Aceh untuk kepentingan kelompok mereka. Jubir Bustami seharusnya paham hukum karena dia adalah mantan pimpinan wakil ketua di DPRA yang seharusnya lebih mengerti tentang transparansi dan integritas,” pungkasnya. [nh]