Senin, 08 Desember 2025
Beranda / Berita / Aceh / Pengungsi Korban Bencana Banjir Aceh Butuh Obat dan Vitamin Segera

Pengungsi Korban Bencana Banjir Aceh Butuh Obat dan Vitamin Segera

Senin, 08 Desember 2025 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Pengamat Kesehatan Aceh, Indah Pinta Sari. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Bencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Aceh memunculkan ancaman serius di sektor kesehatan.

Keterbatasan obat-obatan, sulitnya akses layanan, hingga meningkatnya kasus penyakit di pengungsian menjadi persoalan mendesak yang perlu segera ditangani.

Pengamat Kesehatan Aceh, Indah Pinta Sari, mengatakan bahwa kondisi kesehatan para pengungsi saat ini berada dalam situasi yang mengkhawatirkan.

Ia menyoroti masih minimnya ketersediaan obat-obatan dasar untuk menangani penyakit yang paling banyak muncul pascabencana.

“Saat ini kita menghadapi kekurangan obat-obatan dasar, khususnya untuk penyakit kulit dan ISPA. Padahal dua jenis penyakit ini paling banyak diderita pengungsi akibat lingkungan yang lembap, kotor, serta perubahan cuaca ekstrem,” ujar Indah kepada wartawan, Senin (8/12/2025).

Menurutnya, gatal-gatal, infeksi kulit, batuk, pilek, dan gangguan pernapasan menjadi keluhan dominan yang ditemui di posko-posko pengungsian. Kondisi tersebut semakin diperparah dengan terbatasnya suplai obat-obatan yang tersedia di lapangan.

Tak hanya itu, Indah juga menyoroti kurangnya vitamin dan obat-obatan untuk menjaga daya tahan tubuh para pengungsi.

Saat ini, Aceh sedang berada dalam kondisi musim penyakit, yang menyebabkan banyak pengungsi mengalami demam, batuk, dan drop imunitas.

“Vitamin dan obat penunjang imunitas masih sangat kurang. Banyak pengungsi yang demam dan batuk karena daya tahan tubuh mereka menurun. Ini sangat berisiko jika tidak segera ditangani secara serius,” tegasnya.

Situasi lebih memprihatinkan dialami para lansia dan penderita penyakit kronis. Indah mengungkapkan bahwa stok obat-obatan untuk penyakit seperti hipertensi (darah tinggi), diabetes, hingga anemia masih sangat terbatas.

“Obat darah tinggi untuk lansia, termasuk suplemen seperti sangobion, juga masih kurang. Padahal penderita penyakit kronis tidak boleh putus obat karena risikonya sangat fatal,” jelasnya.

Ia mengingatkan bahwa banyak lansia di pengungsian terpaksa bertahan tanpa obat rutin yang biasa mereka konsumsi, sehingga meningkatkan potensi komplikasi serius seperti stroke, serangan jantung, dan kelelahan ekstrem.

Di lapangan, tenaga medis dan relawan kesehatan juga menghadapi tantangan besar dalam menjangkau para korban.

Salah satu kendala paling krusial adalah keterbatasan bahan bakar minyak (BBM) untuk operasional ambulans dan kendaraan kesehatan.

“Jarak klinik ke lokasi banjir cukup jauh, dan petugas harus melewati titik-titik genangan terlebih dahulu. Ketersediaan BBM menjadi kendala utama untuk mobilitas tenaga kesehatan,” ungkap Indah.

Kondisi ini membuat proses evakuasi pasien, pengiriman obat, dan pelayanan kesehatan keliling menjadi tidak maksimal. Bahkan, di beberapa wilayah, akses menuju pengungsian masih terisolasi akibat putusnya jalan karena longsor.

Melihat kondisi tersebut, Indah Pinta Sari mendesak agar sektor kesehatan benar-benar dijadikan prioritas utama dalam penanganan bencana banjir dan longsor di Aceh. Ia meminta agar distribusi obat-obatan, vitamin, serta layanan medis darurat segera dipercepat.

“Kesehatan harus menjadi fokus utama. Jangan sampai korban selamat dari banjir dan longsor, tapi kemudian jatuh sakit karena keterbatasan layanan medis,” tegasnya.

Selain itu, ia juga meminta pemerintah daerah bersama instansi terkait untuk mempercepat akses layanan kesehatan di pengungsian, termasuk membuka pos layanan medis 24 jam, menambah tenaga dokter dan perawat, serta memastikan rantai distribusi obat berjalan lancar.

“Akses layanan kesehatan harus dipercepat, baik di pengungsian maupun di wilayah terdampak langsung. Ini menyangkut keselamatan dan masa depan para korban,” tambah Indah.

Indah juga mengingatkan bahwa jika kondisi ini tidak segera diantisipasi dengan serius, maka bukan tidak mungkin akan muncul lonjakan kasus penyakit massal atau bahkan wabah di pengungsian.

Lingkungan yang padat, sanitasi yang belum optimal, keterbatasan air bersih, serta lemahnya imunitas tubuh menjadi kombinasi berbahaya yang dapat memicu penyakit menular.

Indah mengajak seluruh pihak, mulai dari pemerintah, organisasi kemanusiaan, dunia usaha, hingga masyarakat luas, untuk bahu-membahu membantu pemenuhan kebutuhan kesehatan para korban bencana di Aceh.

“Jika obat, vitamin, dan akses layanan tidak segera dipenuhi, maka risiko wabah sangat besar, terutama di pengungsian yang padat,” tutupnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI