DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Rumoh Sejahtera Aneuk Nanggroe (RSAN) Dinas Sosial Aceh, Michael Octaviano, menyoroti tingginya angka perceraian di Aceh sepanjang tahun 2025.
Ia menegaskan, perceraian kerap berdampak langsung terhadap masa depan anak-anak yang justru menjadi korban dari keputusan orang tuanya.
“Kepada semua orang tua, silakan anda mau buat keputusan berpisah, tapi tolong anak-anakmu jangan ditelantarkan,” kata Michael kepada media dialeksis.com, di Banda Aceh, Rabu (10/9/2025).
Michael menyebut, sebanyak 2.923 pasangan suami istri di Aceh mengajukan gugatan cerai ke Mahkamah Syar’iyah sepanjang semester I 2025.
Jumlah ini hampir setengah dari angka perceraian pada 2024 yang mencapai 6.103 kasus berdasarkan data BPS. Akibat perceraian tersebut, diperkirakan ada belasan ribu anak yang terlantar.
“Angka perceraian di Aceh juga tidak menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun,” katanya.
Menurutnya, RSAN tidak hanya menampung anak yatim, tetapi juga anak-anak terlantar yang kehilangan peran pengasuhan dari ayah dan ibu akibat perceraian. Ia mengaku menerima banyak permintaan titipan anak dari keluarga yang sudah tidak sanggup menanggung beban pengasuhan.
“Sudah banyak sekali yang saya jumpa dan menghubungi saya. Jujur, memang saya nggak sanggup melihatnya. Namun saya juga punya keterbatasan. Saya akan terus berjuang untuk kalian, anak-anak hebat di luar sana,” tambahnya.
Michael menekankan, jika fenomena penelantaran anak terus terjadi, maka cita-cita besar menuju Indonesia Emas 2045 akan sulit tercapai. Pasalnya, generasi penerus bangsa tidak mendapat bimbingan langsung dari orang tua sebagai fondasi utama dalam pembentukan karakter.
“Bagaimana kita bisa bicara Indonesia Emas 2045, sementara banyak anak yang kehilangan sosok ayah dan ibu di rumahnya? Mereka butuh bimbingan keluarga, bukan sekadar dititipkan di panti,” ujarnya.
Ia berharap, masyarakat Aceh dapat lebih bijak dalam menyikapi perceraian. Keputusan berpisah seharusnya tidak menjadikan anak-anak sebagai pihak yang dikorbankan.
“Jaga masa depan, sekolah, dan cita-cita anak-anak. Itulah tugas seorang Bapak dan Ibu, bukan malah pergi meninggalkan mereka dan menyerahkan ke nenek atau saudara yang juga kesulitan merawat,” ujarnya.