DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Komunitas Solidaritas Perempuan (SP) Aceh menyelenggarakan kegiatan bertajuk “Pembentukan Forum Perempuan Pemimpin di Akar Rumput” yang berlangsung pada 21-22 Juni 2025. Kegiatan ini melibatkan puluhan perempuan dari 15 gampong di wilayah Aceh Besar dan Banda Aceh.
Forum ini digagas sebagai ruang bagi perempuan untuk saling berbagi pengalaman, memperkuat dukungan satu sama lain, serta menyusun strategi solidaritas dari tingkat akar rumput.
Ketua Badan Eksekutif Komunitas SP Aceh, Rahmil Izzati, menjelaskan bahwa forum ini dibentuk bukan hanya sebagai penghubung antarperempuan di gampong, tetapi juga untuk mendorong lahirnya pemimpin-pemimpin perempuan baru yang mampu melakukan advokasi dari kampungnya masing-masing.
“Dari pertemuan dua hari ini, akan terpetakan gagasan dan isu strategis dari masing-masing gampong. Jadi kedepan setelah forum ini terbentuk, bukan kami lagi yang mendorong mereka untuk melakukan ini atau itu, tapi mereka sudah punya inisiatif sendiri bisa mengadvokasi di kampung masing-masing,” ujar Rahmil kepada Dialeksis, Sabtu (21/6/2025).
Rahmil menambahkan, saat ini SP Aceh telah melakukan pendampingan di 15 gampong yang fokus pada isu keadilan bagi perempuan. Namun, baru tujuh di antaranya yang telah memiliki Qanun Gampong terkait perlindungan perempuan. Ketujuh gampong tersebut meliputi Gampong Seumereng, Weubada, Mereu Uletiti, Pulot, Lambaro Kueh, Peunayong, dan Meunasah Baro.
“Itulah yang masih perlu kita dorong, agar semua pihak lebih peduli terhadap pentingnya perlindungan perempuan,” jelasnya.
Ke depan, Forum Perempuan Pemimpin ini ditargetkan memiliki struktur kepengurusan sendiri, seperti ketua dan pengurus lainnya. Tahapan awal adalah memetakan isu-isu strategis yang dapat ditangani oleh perempuan di tingkat gampong.
“Setelah isu terpetakan, kita butuh orang yang bergerak. Maka, perempuan pemimpin yang hadir ini kita harapkan bisa menjadi penggerak dan melahirkan pemimpin perempuan lainnya di gampong mereka,” kata Rahmil.
Ia menegaskan, fokus forum ini masih berada pada level kampung. “Target kami memang perempuan-perempuan ini mampu bergerak sendiri dan melakukan advokasi di kampungnya masing-masing. Kita mulai dari bawah,” pungkasnya.