DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemerintah Aceh melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) bersama Kesbangpol Kota Banda Aceh menggelar Focus Group Discussion (FGD) bersama sejumlah Organisasi Masyarakat (Ormas) dalam rangka memperkuat kolaborasi dalam penanganan isu-isu strategis di Kota Banda Aceh.
Kegiatan yang berlangsung di Aula De Kupi Aceh pada Kamis (17/4/2025) ini dibuka langsung oleh Kepala Badan Kesbangpol Kota Banda Aceh, Heru Triwijanarko, S.STP, M.Si.
FGD ini menjadi ruang diskusi terbuka antara pemerintah dan Ormas untuk berbagi informasi, menyampaikan aspirasi, serta menyusun strategi bersama dalam menanggapi berbagai persoalan sosial, keagamaan, dan lingkungan yang ada di tengah masyarakat.
Salah satu isu yang mengemuka adalah soal narkoba. Ketua Ikatan Keluarga Anti Narkoba (IKAN) Kota Banda Aceh Hasri Hasan mengungkapkan bahwa penyalahgunaan narkoba saat ini telah menjangkau usia sekolah dasar dan menengah pertama, terutama melalui penggunaan lem. IKAN telah melakukan berbagai langkah preventif, mulai dari sosialisasi ke sekolah-sekolah, kerja sama dengan Dinas Syariat Islam, hingga kegiatan pemberdayaan di tingkat gampong.
Sementara itu, Ruslan dari Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP KPK) menyoroti masih lemahnya pengawasan terhadap penggunaan dana desa. Ia menyebutkan bahwa ketidaktepatan sasaran masih sering terjadi dan diperlukan penguatan peran pendampingan serta pelaporan dari masyarakat. Ia juga menegaskan pentingnya partisipasi publik sebagai kontrol sosial terhadap jalannya pemerintahan.
Di bidang pelayanan administrasi, Muhammad Zuhri dari RAPI Banda Aceh mengusulkan adanya sistem digital dalam proses pendaftaran Ormas, termasuk penggunaan Google Form dan jalur komunikasi daring yang lebih responsif.
Sorotan menarik datang dari perwakilan Yayasan Wihara Budha, Yanto, yang memberikan apresiasi terhadap kondisi toleransi beragama di Banda Aceh. Menurutnya, kehidupan antarumat beragama di Banda Aceh berjalan harmonis dan aman.
“Saat perayaan Imlek kemarin, kami merasa sangat nyaman. Acara berjalan lancar tanpa kendala atau gangguan. Ini bukti nyata bahwa toleransi di Banda Aceh sangat baik,” ujar Yanto.
Dari bidang lingkungan, Sahabat Hijau (SAHI) memaparkan bahwa mereka konsisten dalam pengelolaan sampah rumah tangga melalui program Bank Sampah. Inisiatif ini tak hanya membantu mengurangi volume sampah, tetapi juga memberi nilai ekonomi bagi masyarakat.
Menanggapi berbagai masukan tersebut, Kepala Badan Kesbangpol Kota Banda Aceh, Heru Triwijanarko, menekankan pentingnya peran aktif Ormas sebagai mitra strategis pemerintah. Ia mengakui bahwa tantangan besar, seperti peredaran narkoba dan pelanggaran nilai-nilai syariat, masih marak di tingkat gampong.
“Ormas adalah ujung tombak di masyarakat. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Sinergi dengan Ormas sangat penting agar penanganan berbagai isu bisa lebih efektif dan menyentuh akar permasalahan,” kata Heru.
Ia juga membuka ruang kolaborasi lintas dinas dan menyambut baik semua masukan konstruktif yang disampaikan dalam diskusi tersebut.
Mewakili Kepala Badan Kesbangpol Aceh, Diana Purmasuri, SH, menyampaikan apresiasinya terhadap para peserta FGD. Ia secara khusus menyoroti pernyataan dari Yayasan Wihara Budha mengenai kondusifnya toleransi antarumat beragama di Aceh.
“Ini testimoni yang sangat berharga, terutama di tengah masih adanya narasi yang menyudutkan Aceh sebagai daerah intoleran. Kenyataannya, sejak dulu masyarakat Aceh hidup berdampingan dengan damai. Banyak masyarakat kita yang bekerja dan berinteraksi dengan saudara-saudara Tionghoa tanpa masalah. Kita baik-baik saja “ dari dulu hingga kini, dan insyaAllah akan terus demikian ke depannya,” tegas Diana.
FGD ini menjadi langkah awal penguatan sinergi antara pemerintah dan masyarakat sipil dalam mewujudkan Banda Aceh yang lebih aman, inklusif, dan berdaya saing.[mrz]