Polemik Keberadaan KPPAA Tak Kunjung Terjawab, Butuh Dukungan Lintas Sektor
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Rapat KPPAA dengan Lintas Sektor di Sekretariat KPAAA. [Foto: Nora/Dialeksis]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Polemik yang terjadi dalam Komisi Pengawasan Perlindungan Anak Aceh (KPPAA) belum ada ujungnya. Lembaga independen itu diisukan akan dibubarkan karena dianggap tumpang tindih Tupoksi dengan UPTD PPA.
Masa kerja Komisioner Komisi Pengawasan Perlindungan Anak Aceh (KPPAA) periode 2017-2022 akan berakhir pada Januari 2022. Jika dilihat berdasarkan tanggal pelantikan, Komisiner KPPAA akan berakhir pada 27 Februari 2022.
Namun sampai akhir November 2021 ini belum ada tanda-tanda dimulainya proses pembentukan panitia seleksi (Pansel) Komisioner KPPAA periode 2022-2027 oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh (DP3A).
Sebelumnya, KPPAA sudah beberapa kali membangun komunikasi dengan DP3A Aceh terkait akan berakhirnya anggota KPPAA 2017-2021, namun belum mendapat respon yang memadai.
Beberapa waktu lalu, DP3A Aceh telah membuat Telaah Staf pada Sekda Aceh yang isinya meminta agar kelembagaan KPPAA dievaluasi kembali. Atas dasar itu, menuai polemik di sejumlah publik Aceh yang mengganggap bahwa kelembagaan KPPAA masih dibutuhkan di Aceh.
Core bussiness KPPAA adalah melakukan pengawasan terhadap perlindungan dan pemenuhan hak anak, memberikan masukan dan usulan dalam perumusan kebijakan tentang penyelenggaraan perlindungan anak, menerima dan melakukan penelaahan atas pengaduan masyarakat mengenai pelanggaran hak anak, melakukan mediasi atas sengketa pelanggaran hak anak, mengumpulkan data dan informasi mengenai perlindungan anak, melakukan kerjasama yang dibentuk oleh masyarakat di bidang perlindungan anak, memberikan laporan kepada pihak berwajib tentang adanya dugaan pelanggaran terhadap undang-undang perlindungan anak.
Tupoksi KPPAA sangat jelas tertuang dalam Undang-Undang Perlindungan Anak dan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 85 Tahun 2015 Tentang KPPAA, dan sama sekali tidak tumpang tindih dengan Tupoksi DP3A Aceh maupun UPTD PPA Aceh sebagaimana yang diasumsikan selama ini.
Kemarin, Rabu (25/11/2021) KPPAA mengadakan rapat dengan mengundang sejumlah lintas sektor seperti LSM, Akademisi, Media, Flower Aceh, Kontras.
Dalam rapat itu, mereka mempertanyakan sikap DP3A yang sebelumnya mengatakan kekurangan anggaran maka sebaiknya dibubarkan saja. Namun, dalam surat telaah yang dilayangkan ke Sekda Aceh, mereka mengatakan adanya tumpang tindih tupoksi.
"Tupoksinya jelas-jelas berbeda antara UPT PAA dan KPPAA, dan penting lembaga ini karena melihat semakin banyaknya kasus yang tejadi di Aceh. Ada lembaga ini saja kasus semakin marak apalagi jika dibubarkan," ucap Wakil Ketua KPPAA, Ayu Ningsih saat rapat.
Padahal, lanjutnya, jika kekurangan anggaran DP3A bisa meminta ke Bappeda.
Pihaknya menduga, adanya konflik kepentingan. Makanya KPPAA mengajak lintas sektor untuk mendudukkan kasus itu dan mencari solusi. Karena nanti Komisioner itu akan berganti belum tentu komisioner yang sama.
"Yang kita berjuangkan adalah kelembagaan ini tetap ada. Nanti kalau sudah nggk ada kemdian dibentuk lagi, dengan proses yang sangat ribet. Kita saja bingung ini kedepan sudah tidak ada lagi, padahal kedepan kita banyak sekali MoU dengan kampus, sudah membangun komunikasi yang baik juga dengan aparat penegak hukum dan media," jelasnya.
Ayu juga membeberkan, sejak dilantik dari tahun 2017, selama 5 tahun KPPAA sibuk sengan administrasi dengan dinas yang tidak pernah selesai. KPPAA komisi independen tetapi selalu dibuat seperti LSM dan dibawah mereka, selalu dipersulit administrasinya.
"Bahkan kami kalau mau buat acara aja itu harus melalui dinas, untuk apa juga ada komisi independen kalau surat aja harus tanda tangan dinas. Kalau UPT entahlah," katanya.
Dengan itu, KPPAA menyimpulkan bahwa DP3A seperti menganaktirikan KPPAA. Bahkan sekretariat KPPAA hanya seluas kamar tidur tanpa ada fasilitas yang memadai, untuk jaringan wifi saja tidak ada. Jika mau melakukan pertemuan via zoom harus menggunakan hotspot sendiri, apalagi mobil operasional juga tidak tersedia.
Dalam kesempatan itu, ada salah satu rekomendasi dari lintas sektor yang meminta KPPAA membuat polling secara online tentang keberdaan KPPAA apakah masih dibutuhkan atau tidak.
KPPAA seharusnya mempublikasikan berbagai kegiatan yang telah dilakukan selama melakukan dan melaksanakan tugas dan fungsinya. Agar publik bisa tahu kerja-kerja KPPAA sehingga semua pihak paham akan apa yang dilakukan KPPAA dan tentu masih dibutuhkan di Aceh.