Polemik Revisi Qanun LKS, Dr. Rumadi: Harusnya Disikapi dengan Bijak
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Dr. Rumadi, MAg Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta(Foto: NU Online)
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Rumadi, MAg ikut menanggapi polemik revisi Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS).
Dirinya juga ikut mengamati proses keberadaan Qanun LKS dan ia sepakat agar LKS ditinjau kembali.
Baru-baru ini, pernyataan Sekretaris Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Orwil Aceh Prof. Dr. dr. Rajuddin, telah mencuri perhatian publik, setelah mengeluarkan pernyataan kontroversi dan mengundang reaksi yang beragam.
Pernyataan tersebut menyerukan kelompok yang tidak mendukung bank syariah untuk meninggalkan Aceh, ini menimbulkan beragam respon di media sosial.
Menurut Dr Rumadi, kalimat tersebut justru bisa memicu polarisasi tidak sehat. Seharusnya dalam berpolemik itu bisa memberikan ungkapan yang menyejukkan.
“Usulan revisi Qanun LKS ini juga bukan sesuatu yang tiba-tiba, tapi ada peristiwa yang kemudian dievaluasi sehingga muncul permintaan untuk ditinjau kembali. Apalagi pasca BSI eror masyarakat tidak bisa bertransaksi, jadi wacana ini bukan hal dalam angan-angan tapi sesuatu yang rill dan faktual,” jelasnya.
Dalam persoalan, kata dia, harus disikapi secara arif dan bijaksana. Ini bukan hanya berdampak pada ulama tetapi pada seluruh warga Aceh.
“Kepentingan masyarakat saya pikir adalah sangat penting dan saya yakin ulama di Aceh sudah paham bahwa kebijakan penguasa itu harus berkaitan dengan kemaslahatan masyarakat, yang mau dilindungi dan dilayani ya masyarakat,” pungkasnya. (Nor)
- Kontroversi Pernyataan Sekretaris ICMI Aceh, Praktisi Hukum, Sampaikan Pendapat yang Santun
- ICMI Minta Pendukung Bank Konvensional Keluar dari Aceh, Begini Petuah Prof Yusni Sabi
- Gelar Pasar Murah, Pemkab Aceh Besar Juga Subsidi Cabai dan Bawang Merah
- ICMI Minta Pendukung Sistem Perbankan Ribawi Keluar dari Aceh, Pemerhati Keberagaman: Kalimat Tidak Beradab