DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Potensi wisata alam Aceh kian menggeliat, namun belum sepenuhnya dikelola dengan baik. Ini terlihat dari pengelolaan tidak teratur, pungutan liar, hingga minimnya regulasi yang berpihak kepada masyarakat.
Hal itu diungkapkan oleh Irwan Azmi, pegiat wisata sekaligus penyedia jasa dan fasilitas wisata alam di Aceh yang juga kerap berperan sebagai pemandu bagi wisatawan yang ingin menjelajahi keindahan alam di desa-desa dan kawasan pedalaman.
“Banyak potensi wisata alam di Aceh yang bisa dikembangkan, tapi belum ada pengelolaan yang teratur. Padahal kalau dikelola dengan baik, ini bisa menggerakkan ekonomi desa dan memberi nilai tambah yang menjanjikan,” kata Irwan kepada DIALEKSIS.COM, di Banda Aceh, Kamis 13 November 2025.
Menurut Irwan, salah satu kendala yang sering dihadapi pelaku wisata di lapangan adalah keberadaan oknum yang tidak bertanggung jawab di area destinasi.
Mereka kerap meminta retribusi secara tidak resmi kepada wisatawan, yang justru merusak citra tempat wisata itu sendiri.
“Kadang ada pengunjung yang baru datang, langsung ada atau diminta pembayaran oleh oknum yang bukan dari pihak desa. Padahal, kami sudah membayar sistem tiket dan pos masuk. Hal-hal seperti ini bikin pengunjung kapok datang lagi,” ujarnya.
Ia berharap pemerintah maupun pihak pengelola desa dapat membuat aturan yang jelas sejak awal. Dengan begitu, setiap destinasi wisata memiliki sistem retribusi dan distribusi yang transparan.
“Seharusnya ada retribusi resmi yang jelas. Jadi tidak ada lagi yang mematok harga sesuka hati. Kalau semua teratur, baik wisatawan maupun masyarakat setempat akan sama-sama diuntungkan,” tambahnya.
Irwan menyebut sejumlah lokasi wisata alam di Aceh yang mulai banyak dikunjungi masyarakat, terutama pada akhir pekan. Salah satunya adalah kawasan Lhok Mata Ie, di Kecamatan Ujung Pancu, Aceh Besar.
“Lhok Mata Ie itu sekarang jadi tempat favorit. Tiap malam minggu ramai pengunjung,” tuturnya.
Selain itu, kawasan Jantho juga mulai dikenal sebagai spot camping dan wisata alam baru. “Di Jantho banyak tempat bagus, terutama di Bukit Siron, yang paling mudah dijangkau oleh semua kalangan. Ini bisa jadi wisata keluarga yang bagus kalau dikelola dengan serius,” kata Irwan.
Sementara di daerah seperti Jalin atau wilayah perbatasan Aceh Jaya, potensi wisata masih besar namun belum tergarap optimal karena akses jalan yang jauh dan kurangnya promosi.
“Pengunjung masih jarang, padahal pemandangannya luar biasa,” tambahnya.
Irwan menilai, promosi wisata Aceh sudah mulai membaik, terutama dengan adanya video-video promosi dari Aceh Tourism yang menampilkan keindahan alam.
Namun, menurutnya, pemerintah harus lebih serius membangun regulasi dan infrastruktur yang berpihak pada pelaku wisata di lapangan.
“Banyak orang luar Aceh itu bukan tidak mau datang, tapi mereka tidak tahu kalau di Aceh banyak destinasi indah air terjun, gunung, pantai. Kalau promosi dan aturan jalan, wisata alam Aceh bisa jadi tren besar,” ujarnya.
Ia menambahkan, para pemandu wisata lokal sering kali merasa enggan membawa tamu karena berbagai kendala non-teknis di lapangan, seperti pungutan liar dan fasilitas yang minim.
“Kalau ada regulasi yang jelas dan berpihak pada pelaku wisata, kami akan lebih semangat bawa tamu ke lapangan. Karena kami ini bekerja dari bawah, dari kampung, benar-benar untuk memperkenalkan keindahan Aceh,” tutup Irwan.