kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Proyek Rusun Poltek Lhokseumawe Diduga Bermasalah, GeRAK Aceh: Perlu Hasil Audit BPK

Proyek Rusun Poltek Lhokseumawe Diduga Bermasalah, GeRAK Aceh: Perlu Hasil Audit BPK

Jum`at, 28 Januari 2022 21:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani. [Foto: Istimewa]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Proyek pembangunan Rumah Susun (Rusun) di Kampus Politeknik Negeri Lhokseumawe yang dikerjakan PT Sumber Alam Sejahtera, hingga saat ini tak kunjung selesai dan tampak terlihat seperti proyekyang sudah mangkrak.

Padahal sesuai kontrak kerja, proyek senilai Rp12,79 Milyar yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2021 itu berakhir Desember 2021. Tetapi kondisi di lapangan berbeda jauh dari kontrak kerja. Bangunan tiga lantai itu, terlihat seperti proyek mangkrak dan belum selesai. 

Menurut keterangan dari rekanan, proyek tersebut belum rampung karena adanya refocusing anggaran di tahun 2021. Dalam perjalanannya, proyek bersumber dari Kemeterian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) itu yang awalnya single year kini berubah menjadi multi years. Proyek tersebut masih berjalan dan akan dituntaskan pada tahun ini (2022). 

Menanggapi hal itu, Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani mengatakan pembangunan Rusun itu dibangun dari sumber anggaran APBN untuk kepetingan umum, jika terjadi mangkrak itu harus dilakukan pendalaman materi oleh instansi aparatur penegak hukum.

"Jika sudah mangkrak harus ada audit khusus yang dilakukan oleh BPK RI atau BPKP atas kegiatan yang sedang dilakukan oleh kontraktor pelaksana," ucap Askhalani kepada Dialeksis.com, Jumat (28/01/2022). 

Ia menjelaskan, jika dana bersumber dari APBN maka kepentingan bagi penyelenggara yaitu kontraktor atau para pihak yang menerima pengelolaan terhadap rumah susun itu harus diminta pertanggungjawaban, untuk melihat apakah pembangunan itu sudah sesuai dengan dokumen kontrak atau apa yang menyebabakan proyek tersebut mangkrak. 

"Misal, kalau mangkrak karena pekerjaan itu tidak bisa dilaksanakan dengan alasan Force majeure karena waktunya sudah habis, itu harus diaudit dulu tentang fisik bangunan yang dibangun, berapa totalitas persentasenya," kata Askhalani menjelaskan. 

Selain itu, kata dia, jika alasan pemerintah dana tersebut dipotong untuk refocusing penanganan Covid-19 kebijakan akan berubah. Maka mata anggaran akan berubah dari single years ke multi years, menurutnya tetap harus diaudit dulu terkait dengan total pembangunan yang sudah dilakukan apakah sudah sesuai. 

Di satu sisi, Askhalani menilai dari foto visual kondisi fisik pembangunan Rusun tersebut sepertinya memang ada hal yang perlu didalami. Salah satunya audit perhitungan apakah jumlah persentase nilai bangunan dan kualitas proyek yang dibangun itu sudah sesuai dengan dokumen kontrak atau tidak.  

Ia menegaskan, audit itu adalah audit khusus baik dari BPK atau BPKP untuk menghitung persentase kerja. Apabila tidak mencukupi maka dalam projek berikutnya kemungkinan perusahaan itu akan di blacklist, akan ditender ulang. 

"Multi years bisa saja tahun ini dilakukan oleh perusahaan A, kemudian tahun depan dimenangkan oleh perusahaan lain, kalau memang hasil audit bisa menunjukkan kalau perusahaan yang awal ini tidak bekerja secara bagus," terangnya.  

Askhalani juga menegaskan, audit terkait pembangunan Rusun itu tidak bisa dilakukan dengan audit internal karena hasil tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan. Selain itu, tidak ada jaminan audit internal itu bisa independen tentu ia punya kepentingan tertentu. 

"Beda dia kalau yang audit BPK atau BPKP karena ini kewajiban dan ranahnya mereka, bukan dihitung nilai kerugian tapi menghitung nilai fisik, apakah sesuai dengan jumlah uang yang dikeluarkan atau tidak," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Zakir

riset-JSI
Komentar Anda