kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Psikolog: Korban KDRT Hadapi Trauma Psikologis yang Mendalam

Psikolog: Korban KDRT Hadapi Trauma Psikologis yang Mendalam

Kamis, 15 Agustus 2024 16:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Iyulen Pebry Zuanny, S.Psi, M. Psi, Psikolog, Dosen, Peneliti dan Praktisi Psikologi. [Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Selebgram asal Aceh, Cut Intan Nabila, yang dikenal dengan ratusan ribu pengikutnya di media sosial, kini harus menghadapi kenyataan pahit dalam kehidupan rumah tangganya. 

Sang suami, Armor Toreador, baru-baru ini mengaku telah melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) lebih dari lima kali sejak tahun 2020. Pengakuan ini terungkap setelah Armor dijadikan tersangka dalam kasus KDRT yang menimpa Cut Intan.

Peristiwa ini tidak hanya mengguncang keluarga kecil mereka, tetapi juga menjadi sorotan publik dan media. 

Dalam pengakuannya, Armor mengakui telah melakukan berbagai bentuk kekerasan fisik terhadap istrinya, mulai dari pukulan, tendangan, hingga tindakan lainnya yang meninggalkan bekas luka baik secara fisik maupun emosional. 

Kasus yang menimpa Cut Intan Nabila mengingatkan semua akan dampak serius yang ditimbulkan oleh KDRT, baik secara fisik maupun psikologis. 

Menurut Psikolog, Iyulen Pebry Zuanny, S.Psi, M.Psi, korban KDRT seperti Cut Intan tidak hanya mengalami penderitaan fisik tetapi juga menghadapi trauma psikologis yang mendalam. 

"Seorang yang menjadi korban KDRT selama hampir lima tahun dan memiliki tiga anak pasti merasa sangat tidak nyaman. Selain terdampak pada korban, anak-anak juga bisa menjadi korban secara tidak langsung karena menyaksikan atau mendengar pertengkaran dan kekerasan tersebut," ungkap Iyulen kepada Dialeksis.com, Kamis (15/8/2024).

Dosen Psikolog UIN Ar-Raniry ini juga mengatakan bahwa kekerasan dalam rumah tangga dapat menyebabkan berbagai dampak psikologis, termasuk stres, depresi, dan kecemasan yang berkepanjangan. 

"Korban KDRT bisa mengalami cedera fisik yang parah, tetapi dampak psikologisnya lebih berat. Mereka bisa saja mengalami rasa minder, tidak ingin berinteraksi dengan lingkungan sosial, dan bahkan trauma yang berkepanjangan," lanjutnya.

KDRT bukanlah masalah baru di Indonesia, khususnya di Aceh. Iyulen mengungkapkan bahwa kasus KDRT mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

"Jenis-jenis kekerasan ini beragam, mulai dari fisik, psikologis, hingga seksual. Semua jenis kekerasan ini tentu berdampak buruk pada korban," tambahnya.

Iyulen juga menekankan pentingnya korban untuk segera berbicara dan melaporkan kejadian KDRT. 

Menurut Iyulen, Langkah pertama bagi korban adalah speak up, bicarakan dengan keluarga besar atau saudara yang dipercaya. Jika mediasi tidak berhasil, maka perlu dilaporkan ke dinas perlindungan perempuan dan anak, atau langsung ke pihak berwajib jika dampaknya sudah parah.

Dalam hal ini, kata Iyulen, pemulihan psikologis sangat tergantung pada beberapa faktor, termasuk niat dan motivasi korban, dukungan dari keluarga, dan peran psikolog atau terapis yang mendampingi. Namun, dukungan sosial dari keluarga dan masyarakat adalah yang paling penting

"Pemulihan korban KDRT bukanlah hal yang mudah, tetapi sangat mungkin dilakukan dengan dukungan yang tepat," jelas Iyulen.

Ia menekankan bahwa jika korban sudah memiliki motivasi tinggi untuk sembuh dan mendapatkan dukungan yang memadai, proses pemulihan bisa berjalan dengan baik. 

Namun, jika masyarakat terus memberikan intimidasi atau stigma negatif, proses tersebut bisa sia-sia.

Kasus KDRT yang menimpa Cut Intan Nabila juga menjadi pengingat bagi generasi muda, khususnya Gen Z dan milenial yang menikah muda, untuk lebih berhati-hati dalam membangun rumah tangga. 

Iyulen menyarankan agar pasangan muda mengikuti seminar pranikah untuk mendapatkan bekal mental dan spiritual yang cukup sebelum menikah.

"Pasangan muda harus siap secara mental dan ekonomi. Mereka juga perlu berlatih mengelola emosi dan meningkatkan keterampilan komunikasi. Penting untuk mengenali kelebihan dan kekurangan diri sendiri, serta berupaya mengubah perilaku yang cenderung mengarah pada kekerasan," tambahnya.

Iyulen juga menekankan pentingnya konseling pranikah untuk membantu calon pasangan muda menghadapi tantangan dalam pernikahan dan meminimalisir risiko kekerasan. 

"Selain seminar pranikah, konseling pranikah yang didampingi oleh psikolog juga penting untuk mempersiapkan mental calon pasangan muda," ujarnya.

Kasus yang menimpa Cut Intan Nabila ini bukan hanya menjadi cerminan betapa seriusnya dampak KDRT, tetapi juga menjadi pengingat bahwa pencegahan dan penanganan yang tepat sangat penting untuk menghindari tragedi serupa di masa depan. 

"Dukungan keluarga, masyarakat, dan pemerintah sangat dibutuhkan untuk melindungi korban dan memastikan keadilan ditegakkan," pungkasnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda