kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Psikolog: Trauma Akibat KDRT Butuh Pemulihan yang Lama dan Bertahap

Psikolog: Trauma Akibat KDRT Butuh Pemulihan yang Lama dan Bertahap

Rabu, 14 Agustus 2024 21:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Psikolog, Tengku Sheila Noor Faraza. Foto: dok. pribadi untuk Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) kembali menjadi sorotan publik setelah selebgram Cut Intan Nabila menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh suaminya, Armor Toreador.

Armor, yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka, mengaku telah melakukan kekerasan fisik terhadap istrinya lebih dari lima kali sejak tahun 2020. 

Kasus ini kembali membuka mata masyarakat tentang betapa seriusnya dampak KDRT, khususnya bagi korban perempuan.

Cut Intan Nabila, yang dikenal sebagai figur publik di media sosial, selama ini terlihat selalu tampil bahagia dan harmonis bersama suaminya. 

Namun, di balik layar, ia ternyata mengalami penderitaan yang mendalam akibat kekerasan yang terus-menerus terjadi dalam rumah tangganya. Kasus ini terungkap setelah Cut Intan melaporkan suaminya ke pihak berwajib, yang kemudian menetapkan Armor sebagai tersangka KDRT.

Psikolog Tengku Sheila Noor Faraza menjelaskan bahwa KDRT dapat menyebabkan trauma yang mendalam bagi korbannya, terutama ketika kekerasan tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang lama. 

Menurutnya, trauma ini tidak hanya berpengaruh pada kondisi mental korban saat ini, tetapi juga dapat memengaruhi kehidupannya di masa depan.

Sheila menambahkan, pemulihan psikologis bagi korban KDRT memang memungkinkan, namun membutuhkan proses yang cukup lama dan bertahap. 

"Tentu korban KDRT bisa disembuhkan psikologisnya, namun prosesnya tidak singkat. Ini membutuhkan dukungan keluarga dan pendampingan dari tenaga profesional secara konsisten,” ujarnya kepada Dialeksis.com, Rabu 14 Agustus 2024.

Menurut Sheila, langkah pertama yang harus dilakukan ketika seseorang mengalami KDRT adalah memastikan bahwa korban berada dalam lingkungan yang aman dan didukung oleh keluarga serta kerabat dekat. 

"Korban KDRT perlu dikelilingi oleh orang-orang yang bisa memberikan dukungan emosional. Keberadaan mereka sangat penting untuk memberikan rasa aman dan menenangkan korban,” kata Sheila.

Setelah korban merasa cukup aman, pendampingan psikologis lebih lanjut sangat diperlukan. Konseling dan terapi psikologis harus dilakukan secara berkelanjutan untuk membantu korban mengatasi trauma dan membangun kembali kepercayaan diri mereka.

Di era modern ini, di mana banyak generasi Z dan milenial memilih untuk menikah muda, Sheila menekankan pentingnya edukasi dan konseling pranikah. 

"Konseling pranikah adalah landasan utama dalam membangun hubungan yang sehat. Dalam konseling ini, pasangan dapat belajar untuk menemukan kesepakatan dalam perbedaan yang dimiliki masing-masing, sehingga potensi terjadinya konflik dan KDRT bisa diminimalisir,” ujar Sheila.

Ia juga menyoroti bahwa KDRT sering kali terjadi akibat kurangnya pemahaman dan komunikasi yang efektif antara pasangan. 

“Banyak pasangan muda yang belum siap menghadapi tantangan dalam pernikahan, baik secara emosional maupun psikologis. Oleh karena itu, edukasi terkait pentingnya konseling pranikah harus digalakkan,” pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda