kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / PTUN Batalkan SK Gubernur Pengurus MAA Periode 2019-2023

PTUN Batalkan SK Gubernur Pengurus MAA Periode 2019-2023

Rabu, 25 September 2019 10:38 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kisruh yang terjadi pada lembaga Ma­jelis Adat Aceh (MAA) akhirnya berakhir seiring keluarnya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh yang membatalkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Aceh tentang Pengukuhan Dewan Pengurus dan Pemangku Adat, Ma­jelis Adat Aceh (MAA) periode 2019-2023. 

Majelis Hakim PTUN Banda Aceh yang diketuai M Yunus Tazrian SH dan dua hakim anggota Miftah Saad Chaniago SH MHum dan Fandi Kur­niawan Patiradja SH MKn dalam sidang akhir kemarin, Selasa (24/9/2019), memutuskan SK Gu­bernur Aceh Nomor 180/704 tertanggal 16 Januari 2019 tersebut batal demi hukum.

Hal yang sama juga berlaku pada Keputusan Gubernur Aceh Nomor 821.29/298/2019 tertanggal 14 Februari 2019 tentang pengangkatan pelaksana tugas (Plt) Ketua Pengurus MAA dinyatakan batal, dan memerin­tah­kan ter­gugat untuk mengesah­kan su­sunan Dewan Pengurus MAA periode 2019-2023 yang diketuai H Badruzzaman SH MHum.

Dengan keluarnya amar putusan ini, berarti Majelis Hakim PTUN Banda Aceh mengabulkan semua permohonan peng­gugat H Badruzzaman terhadap Gubernur Aceh. Gubernur Aceh dinilai telah mele­cehkan marwah MAA dengan tidak meng­gubris hasil Musyawarah Besar (Mubes) MAA pada Oktober 2018 lalu yang memilih H Badruzzaman sebagai ketua secara aklamasi.

Bahkan tergugat malah menimbulkan masalah baru dengan tidak menggubris usulan pengurus MAA periode 2019-2023 berdasarkan hasil Mubes, dengan menge­luarkan surat putusan dengan mengangkat Drs H Saidan Nafi SH MHum sebagai Plt Ketua MAA selama 1 tahun.

Kuasa hukum tergugat Dr Sulaiman SH MHum dan Juli Fuadi menanggapi putusan PTUN ini pikir-pikir untuk melakukan banding. Namun, bila sampai 14 hari sejak keluarnya konklusi PTUN ini, tergugat tidak melakukan banding, maka tergugat wajib melakukan eksekusi terhadap semua putusan dari PTUN Banda Aceh ini.

Pikir-pikir

Kuasa Hukum penggugat, Izwar Idris SH dan Bahadur Satri SH menyambut baik amar putusan yang dikeluarkan PTUN Ban­da Aceh ini. Menurut mereka putusan PTUN merupakan bentuk penegakan ke­adilan dalam sikap kesewenang-wenang­an Guber­nur Aceh.

"Klien kami sebenarnya tak mau mem­buat persoalan dengan gubernur, tapi pihak­nya tidak bisa menghindar karena masalah tersebut justru datang dari Plt Gubernur sendiri. Karenanya ini semua dilakukan demi menegakkan kebenaran dan keadilan," ujar Izwar seperti dikutip analisa daily.com.

Dikatakan, kasus gugatan ini berawal dari pengangkatan Drs Saidan Nafi SH se­bagai Plt Ketua MAA yang berada di luar ke­wenangan Plt Gubernur Aceh, dan se­baliknya Plt Gubernur juga tidak me­ngakui Badruz­zaman Ismail selaku ketua MAA hasil Mubes 2018.

Karo Hukum Setda Aceh, Amrizal J Prang mengatakan, proses pelaksanaan Mubes MAA dinilai cacat hukum sehingga Plt Gubernur menunda pengangkatan Badruz­zaman Ismail. Di sisi lain, masa jabatan ke­tua lama sudah berakhir dan mengisi keko­songan jabatan Nova melantik Saidan Nafi sebagai Plt.

Menurut Amrizal, pelaksanaan Mubes itu tidak memenuhi unsur Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2004 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Majelis Adat Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Da­russalam (NAD). Dalam qanun itu dise­butkan, salah satu peserta mubes adalah Tu­ha Nanggroe. [im/analisa]

Keyword:


Editor :
Im Dalisah

riset-JSI
Komentar Anda