PTUN Batalkan SK Gubernur Pengurus MAA Periode 2019-2023
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kisruh yang terjadi pada lembaga MaÂjelis Adat Aceh (MAA) akhirnya berakhir seiring keluarnya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh yang membatalkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Aceh tentang Pengukuhan Dewan Pengurus dan Pemangku Adat, MaÂjelis Adat Aceh (MAA) periode 2019-2023.
Majelis Hakim PTUN Banda Aceh yang diketuai M Yunus Tazrian SH dan dua hakim anggota Miftah Saad Chaniago SH MHum dan Fandi KurÂniawan Patiradja SH MKn dalam sidang akhir kemarin, Selasa (24/9/2019), memutuskan SK GuÂbernur Aceh Nomor 180/704 tertanggal 16 Januari 2019 tersebut batal demi hukum.
Hal yang sama juga berlaku pada Keputusan Gubernur Aceh Nomor 821.29/298/2019 tertanggal 14 Februari 2019 tentang pengangkatan pelaksana tugas (Plt) Ketua Pengurus MAA dinyatakan batal, dan memerinÂtahÂkan terÂgugat untuk mengesahÂkan suÂsunan Dewan Pengurus MAA periode 2019-2023 yang diketuai H Badruzzaman SH MHum.
Dengan keluarnya amar putusan ini, berarti Majelis Hakim PTUN Banda Aceh mengabulkan semua permohonan pengÂgugat H Badruzzaman terhadap Gubernur Aceh. Gubernur Aceh dinilai telah meleÂcehkan marwah MAA dengan tidak mengÂgubris hasil Musyawarah Besar (Mubes) MAA pada Oktober 2018 lalu yang memilih H Badruzzaman sebagai ketua secara aklamasi.
Bahkan tergugat malah menimbulkan masalah baru dengan tidak menggubris usulan pengurus MAA periode 2019-2023 berdasarkan hasil Mubes, dengan mengeÂluarkan surat putusan dengan mengangkat Drs H Saidan Nafi SH MHum sebagai Plt Ketua MAA selama 1 tahun.
Kuasa hukum tergugat Dr Sulaiman SH MHum dan Juli Fuadi menanggapi putusan PTUN ini pikir-pikir untuk melakukan banding. Namun, bila sampai 14 hari sejak keluarnya konklusi PTUN ini, tergugat tidak melakukan banding, maka tergugat wajib melakukan eksekusi terhadap semua putusan dari PTUN Banda Aceh ini.
Pikir-pikir
Kuasa Hukum penggugat, Izwar Idris SH dan Bahadur Satri SH menyambut baik amar putusan yang dikeluarkan PTUN BanÂda Aceh ini. Menurut mereka putusan PTUN merupakan bentuk penegakan keÂadilan dalam sikap kesewenang-wenangÂan GuberÂnur Aceh.
"Klien kami sebenarnya tak mau memÂbuat persoalan dengan gubernur, tapi pihakÂnya tidak bisa menghindar karena masalah tersebut justru datang dari Plt Gubernur sendiri. Karenanya ini semua dilakukan demi menegakkan kebenaran dan keadilan," ujar Izwar seperti dikutip analisa daily.com.
Dikatakan, kasus gugatan ini berawal dari pengangkatan Drs Saidan Nafi SH seÂbagai Plt Ketua MAA yang berada di luar keÂwenangan Plt Gubernur Aceh, dan seÂbaliknya Plt Gubernur juga tidak meÂngakui BadruzÂzaman Ismail selaku ketua MAA hasil Mubes 2018.
Karo Hukum Setda Aceh, Amrizal J Prang mengatakan, proses pelaksanaan Mubes MAA dinilai cacat hukum sehingga Plt Gubernur menunda pengangkatan BadruzÂzaman Ismail. Di sisi lain, masa jabatan keÂtua lama sudah berakhir dan mengisi kekoÂsongan jabatan Nova melantik Saidan Nafi sebagai Plt.
Menurut Amrizal, pelaksanaan Mubes itu tidak memenuhi unsur Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2004 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Majelis Adat Aceh Provinsi Nanggroe Aceh DaÂrussalam (NAD). Dalam qanun itu diseÂbutkan, salah satu peserta mubes adalah TuÂha Nanggroe. [im/analisa]