Rektor UTU: Setelah Pertemuan dengan IKA-UTU dan MPU Masalah Sudah Selesai
Font: Ukuran: - +
Reporter : Zulkarnaini
Rektor Universitas Teuku Umar Meulaboh Dr. Ishak Hasan, M.Si
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Rektor Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh Dr. Ishak Hasan, M.Si menyatakan, masalah mahasiswa yang mengucapkan memperingati hari Jumat Agung melalui flayer yang disebarkan melalui media sosial sudah selesai.
Penyataan itu disampaikan Dr. Ishak Hasan setelah pertemuan dengan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Barat dan alumni UTU pada Jumat (7/4/2023) di Kampus UTU.
“Setelah kami beri penjelasan MPU juga dapat memahaminya. Hanya MPU mengatakan perlu pembinaan khusus terhadap mahasiswa tersebut karena diketahui mahasiswa yang buat flayer tersebut sebagai muslim MPU menyarankan kalau perlu mahasiswa tersebut disyahadatkan kembali,” kata Rektor UTU Dr. Ishak Hasan, M.Si dalam keterangan tertulis yang disebarkan ke sejumlah gorup WA.
“Setelah pertemuan dengan IKA-UTU dan MPU Alhamdulillah kesalahpahaman dan kekhilafan telah kita selesaikan bersama,” tambah Dr. Ishak Hasan.
Selain itu Dr. Ishak Hasan juga menyatakan bahwa pihak kampus tidak pernah menekan mahasiswa terkait hal itu. Hanya saja memberi pemahaman dan arahan secara proporsional.
DIALEKSIS.COM mengkonfirmasi langsung ke Dr. Ishak Hasan terkait kebenaran pernyataan tersebut. Dia mengakui bahwa penjelasan tersebut benar.
Berikut pernyatakan utuh Dr. Ishak Hasan Rektor UTU yang disebarkan ke sejumlah group WA.
UTU secara terus menerus dalam beberapa hari ini mendapat tekanan dari berbagai pihak, termasuk dari IKA-UTU.
Ada pro-kontra dalam menyikapinya. Sebagian IKA-UTU menanggapi secara keras dan ada juga yang soft.
Yang memangkas rambut itu adalah Alumni yang beraliran keras dan mahasiswa tersebut telah rela dipangkas (memang rambutnya panjang) dengan alasan IKA tidak memalukan alumni gara-gara tayangan flayer tersebut.
Perihal pemangkasan rambut tersebut pihak pimpinan mengetahuinya setelah pertemuan selesai dan sudah kami ingatkan dan minta klarifikasi dari PEMA UTU.
Perlu juga kami sampaikan bahwa setelah didalami mahasiswa yang buat flayer tersebut adalah tunggal dikerjakan oleh seorang mahasiwa. Mahasiswa tersebut adalah muslim, bukan mahasiswa non muslim. Selanjutnya pihak MPU Aceh Barat kemarin siang pada saat yang hampir bersamaan juga mendatangi UTU untuk bertemu dengan pimpinan.
Setelah kami beri penjelasan MPU juga dapat memahaminya. Hanya MPU mengatakan perlu pembinaan khusus terhadap mahasiswa tersebut karena diketahui mahasiswa yang buat flayer tersebut sebagai muslim MPU menyarankan; "kalau perlu mahasiswa tersebut disyahadatkan kembali".
Setelah pertemuan dengan IKA-UTU dan MPU alhamdulillah kesalahpahaman dan kekhilafan telah kita selesaikan bersama.
Hanya saja ada satu media yaitu "Dialeksis" yang terus memberitakan secara intens atas peristiwa tersebut padahal kita sudah sampaikan bahwa hal tersebut sudah kita selesaikan dengan baik di kampus.
Perlu juga kami sampaikan bahwa pihak kampus tidak pernah menekan mahasiswa terkait hal itu. Hanya saja memberi pemahaman dan arahan secara proporsional atas: (a) kondisi psikologi dan sosial sebagian kecil masyarakat Aceh Barat yang reaktif dan sensitif, dan
(b) semangat keberagaman di kampus. Selama ini kampus UTU secara terus menerus mempromosikan semangat multikultur/toleransi yang tinggi kepada sivitas akademika. Karenanya UTU menjadi kampus yang semakin banyak diminati oleh mahasiswa luar, termasuk Papua, NTT dll.
Terkait dengan hal tersebut menjadi pelajaran yang berharga bagi sebuah proses pembelajaran masyarakat dan kampus yang semakin menuju kepada masyarakat yg heterogen.
Menyikapi kondisi tersebut, kita memang masih dibutuhkan kesabaran dan kedewasaan dalam menghadapi perkembangan, kondisi sosial yang semakin plural.