DIALEKSIS.COM | Meulaboh - Rektor Universitas Teuku Umar (UTU), Prof. Dr. Ishak Hasan, M.S., mengusulkan Presiden Prabowo Subianto memperingati Hari Kemerdekaan RI ke - 79 pada 17 Agustus mendatang di Aceh. Gagasan ini disebutnya sebagai langkah strategis untuk mengukuhkan persatuan nasional sekaligus mengakui kontribusi heroik Aceh dalam sejarah Indonesia.
Dalam pernyataan resmi kepada Dialeksis.com, Prof. Ishak menegaskan tidak ada regulasi yang melarang presiden memperingati hari kemerdekaan di luar Jakarta.
“Jika diwujudkan, Presiden Prabowo akan menjadi pionir pemimpin yang membawa tradisi baru, menggeser sentralisme upacara kenegaraan ke daerah yang punya ikatan emosional mendalam dengan republik,” ujarnya.
Prof. Ishak menguraikan sejumlah alasan mengapa Aceh layak dipilih. Pertama, provinsi ini memiliki rekam jejak krusial dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia, mulai dari masa kolonial hingga kemerdekaan.
“Dari dana pesawat Seulawah hingga perlawanan rakyat Aceh, kontribusi mereka adalah pondasi eksistensi Indonesia,” tegasnya.
Ia bahkan menyarankan upacara digelar di lokasi-lokasi bersejarah yang merepresentasikan semangat nasionalisme Aceh.
“Jika perlu, di depan pesawat GIA Blangpadang yang bertuliskan ‘Sumbangan Semangat Nasionalisme Rakyat Aceh’simbol awal kemandirian Indonesia. Atau di bekas Hotel Atjeh, sebelah Masjid Raya Baiturrahman, tempat rakyat Aceh mengumpulkan dan menyerahkan emas untuk pembelian pesawat kepada Presiden Soekarno,” papar Guru Besar Ilmu Sosial ini.
Kedua, Aceh disebut sebagai simpul nasionalisme yang menyatukan ujung barat hingga timur Indonesia. “Persatuan Indonesia dimulai dari Aceh. Merayakan kemerdekaan di sini adalah pengingat bahwa semangat kebangsaan harus terus dipupuk dari akar sejarah,” tambahnya.
Argumen lain yang diangkat adalah kedekatan emosional Presiden Prabowo dengan Gubernur Aceh. “Hubungan baik ini bisa menjadi modal mempererat koordinasi pusat-daerah, sekaligus menunjukkan komitmen pemerintah merangkul daerah yang kerap merasa terpinggirkan,” jelas Prof. Ishak.
Ia menekankan, pemilihan Aceh dapat menjadi “perekat” hubungan Jakarta dan provinsi pascakonflik panjang. “Ini momentum membangun narasi baru: Aceh bukan hanya daerah konflik, tetapi mitra utama dalam memajukan Indonesia,” ucapnya.
Gagasan ini, menurut Prof. Ishak, bukan sekadar wacana seremonial, melainkan langkah untuk mengembalikan memori kolektif bangsa tentang peran daerah dalam perjuangan kemerdekaan.
“Aceh layak menjadi pembuka lembaran baru di era kepemimpinan Prabowo, di mana kemerdekaan tidak hanya dirayakan di ibu kota, tetapi juga di tanah yang darah rakyatnya pernah menjadi tinta bagi lahirnya Indonesia,” tegasnya.
Ia menambahkan, upacara di Aceh bisa menjadi legacy abadi bahwa persatuan Indonesia dimulai dari pengakuan atas jerih payah setiap daerah. “Seperti emas rakyat Aceh yang menjadi sayap pertama pesawat Republik, semangat itu harus terus dikibarkan,” pungkasnya.