kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Relevansi Hafalan Al-quran Masuk Kurikulum Sekolah untuk Tingkatkan Mutu Pendidikan Aceh

Relevansi Hafalan Al-quran Masuk Kurikulum Sekolah untuk Tingkatkan Mutu Pendidikan Aceh

Selasa, 21 September 2021 21:40 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Dosen PGMI UIN Ar-Raniry, Yuni Setia Ningsih. [Foto: Ist.]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Mutu pendidikan Aceh saat ini ternilai sangat memprihatinkan. Indikatornya bisa dilihat dari nilai (kualitas, bukan kuantitas) kelulusan siswa-siswi asal Aceh pada Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) tahun 2021.

Selain mutu pendidikan, secara moral banyak juga para siswa yang diduga telah rusak karena dipengaruhi oleh game berbasis online di Smartphone. Kabarnya, banyak siswa sekolahan saat inspeksi lapangan dilakukan oleh Satpol PP dan WH, ditemukan bahwa para siswa memanfaatkan Handphone (HP) untuk bermain game High Domino alias judi online.

Tentu dalam hal ini mutu pendidikan Aceh harus bisa dibangkitkan. Kembali soal moralitas sebagai hulu pendidikan di Aceh, Pemerintah Aceh Barat dikabarkan membuat program hafalan ayat-ayat Al-quran untuk masuk ke dalam kurikulum sekolah tingkat SD dan SMP.

Namun dengan menilik sepintas soal kompleksitas mutu pendidikan di Aceh, relevansi program hafalan ayat-ayat Al-quran masuk ke kurikulum sekolah apakah terbukti mampu untuk menjawab soal kemerosotan pendidikan di Aceh saat ini.

Menjawab hal tersebut, akademisi Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidayah (PGMI) Universitas Islam Negeri (UIN) Banda Aceh, Yuni Setia Ningsih mengatakan, segala niat baik untuk meningkatkan mutu pendidikan Aceh saat ini sangatlah relevan, termasuk pada program hafalan ayat-ayat Al-quran sebagai kurikulum sekolah.

Karena, lanjut dia, tolak ukur mutu pendidikan Aceh saat ini jangan dilihat dari sisi kualitas siswa. Soal pintar atau tidaknya seorang anak saat ini jangan hanya terpaku pada berapa tinggi tingkat IQ atau berapa banyak nilai bagus yang diterima si anak di semua mata pelajaran sekolah. Melainkan juga perlu dilihat dari sisi pendidikan moral.

“Saya pikir, melalui hafalan-hafalan Al-quran misalnya ayat pendek untuk tahap awal itu sangat bagus. Karena yang ditargetkan pertama itu dari sisi rohani dan jiwanya. Jadi, kalau anak-anak sudah merasa dekat dengan Al-quran dan sudah dekat dengan agama, insyaAllah yang lain bisa terkendali semua,” ujar Yuni Setia Ningsih kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Selasa (21/9/2021).

Secara kognitif, lanjut Yuni, perhatian siswa tingkat SD hingga SMP soal penguasaan pengetahuan belum lah menjadi perhatian utama. Karena, tolak ukur pintar atau tidaknya si anak diukur saat dia sudah dewasa atau sudah akil baligh (memahami apa yang dipelajari).

Sementara untuk masalah anak-anak Aceh saat ini lebih kecanduan main game ketimbang belajar, jelas Yuni, akibat peran orangtua atau pihak sekolah yang secara tidak langsung menyuruh si anak untuk tetap dekat dengan HP.

Yuni mencontokan semisal dalam pembelajaran online. Memang di satu sisi baik karena untuk menghindari wabah Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Namun, secara bersamaan juga tanpa sadar menciptakan karakter anak untuk tidak bisa lepas dari HP.

Yuni sebagai orangtua dan civitas akademika juga mengaku tidak mampu menghalau anaknya untuk tidak bermain game. Apalagi kalau persoalan kecanduan game ini dilepastangankan kepada pemerintah, pastilah lebih sulit lagi.

“Saya sendiri sebagai orangtua, saya juga sebagai orang berpendidikan, tidak sanggup untuk menahan anak-anak untuk tidak bermain game,” ungkap Yuni.

Kompleksitas Mutu Pendidikan Aceh

Akademisi PGMI UIN Ar Raniry mengatakan, sekalipun terdapat sekolah yang menetapkan standar pendidikan semisal penyediaan buku pelajaran harus dari penerbit tertentu atau ditulis oleh penulis tertentu biar anak pintar, tentu secara konsepnya belum tentu membuat siswa pintar. 

Karena siswa diumur tingkat SD hingga SMP, lanjut Yuni, anak-anak belum mampu memahami intisari pelajaran yang diberikan. Kalau pun bisa, tidak akan mampu menjamah semua pengetahuan yang disediakan pihak sekolah.

Menurut  Yuni, pembinaan akhlak untuk siswa tingkat dasar dengan pembelajaran agama seperti menghafalkan ayat-ayat Al-quran lebih bagus ketimbang si anak didorong untuk memahami isi pelajaran sepenuhnya.

“Kalau menurut saya, relevan atau tidaknya program hafalan ayat Al-quran masuk kurikulum, kalau niatnya dari awal ikhlas untuk mencegah kerusakan moral dan kerusakan akhlak siswa, saya pikir ini sangat lah relevan,” pungkas tokoh pendidik dan juga sosok orangtua, Yuni Setia Ningsih. [AKH]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda