kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Respon Akademisi Terkait Tiga Nelayan Dihukum Lantaran Bantu Rohingya

Respon Akademisi Terkait Tiga Nelayan Dihukum Lantaran Bantu Rohingya

Jum`at, 18 Juni 2021 22:20 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : hakim

Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar - Raniry Banda Aceh, Prof Dr Syahrizal, M.A [Dok Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kasus tiga nelayan yang menolong warga Rohingya di tengah laut dihukum 5 tahun penjara dan denda sebesar denda Rp 500 juta, itu tergantung perspektif dari segi mana kita melihat.

Hal itu disampaikan oleh Prof Dr Syahrizal, M.A, Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar - Raniry, kepada Dialeksis.com digedung Pacsa Sarjana UIN Ar-Raniry, hari Jumat,(18/06/2021).

“Kita melihat, warga Rohingya yang mereka tolong itu secara yuridis normatis pasti itu bertentangan dengan norma, diatur dalam undang-undang keimigrasian, karena ikut membantu masuknya orang asing tanpa dokumen yang sah. Namun, ada pertimbangan kemanusiaan, nah disinilah peran penegak hukum, hukum sesungguhnya mempertimbangkan nilai kemanusiaan, nilai keadilan, tapi tidak boleh hukum itu mengangkangi lobang, karena itu akan meruntuhkan negara hukum, ” Sebutnya.

Prof Syahrizal juga mengatakan hukuman yang diberi kepada nelayan itu jelas punya norma dan pertimbangan dari seorang Hakim penegak hukum, karena bisa jadi ada pertimbangan yuridis atau Hakim ada pertimbangan yang lain.

“Jadi oleh karena itu, ketika misalnya seorang penegak hukum dalam menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara misalnya, kepada orang yang membawa masuk, kita bisa lihat, itu adalah norma, apa pertimbangan hakim dalam konteks itu? hanya semata-mata pertimbangan yuridis? atau dia ada pertimbangan yang lain? pertimbangan yuridis kadang berjalan dengan norma, tapi hakim juga memberi pertimbangan jangan-jangan itu adalah jaringan, dalang internasional perdagangan manusia? jaringan perdagangan narkoba? teroris internasional?, ” ujar Prof Syahrizal.

Sebagai Ketua Umum Ikatan Keluarga Alumni Lemhanas (IKAL) Provinsi Aceh, Prof Syahrizal juga menyampaikan kasus ini, jika dari perspektif bangsa dan negara , bisa jadi mereka terlibat dalam internasional networking terorisme, perdagangan manusia, hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta , menurutnya itu sangat ringan.

Karena, lanjutnya, jika dibiarkan akan masuk lagi yang lain, dan indonesia menjadi salah satu lalu lintas internasional untuk perdagangan manusia, dan itu berbahaya bagi ketahanan nasional.

“Tentu jumlah ancaman 5 tahun masih terlalu kecil kalau kita mau melihat dampak yang besar seperti masuknya teroris internasional, atau jaringan perdagangan manusia, dampak itu sangat luar biasa. tapi ketika fakta hukum tidak sampai kesitu, hanya dalam konteks untuk menolong nilai kemanusiaan, mungkin hukuman itu terlalu berat, hanya untuk menolong saja tidak punya kepentingan yang lain, oleh karena itu, sikap tadi ada relasi dari internasional networking, atau hanya pertimbangan kemanusiaan, itu harus dibuktikan oleh hakim, oleh jaksa penuntut di hadapan sidang pengadilan, hakim yang menilai itu. ” Tuturnya.

Bagi negara Prof Syahrizal juga menyampaikan Indonesia ini adalah negara hukum, adalah negara yang setiap kebijakaannya berdasarkan atas hukum, setiap tindakan pemerintah, aparatur negara harus memiliki dasar hukum, kalau kebijakan negara tidak berdasarkan hukum, tindakan aparatur pemerintah tidak berdasarkan hukum, maka kebijakan dan tindakan aparatur negara itu batal demi hukum, atau dapat dipersoalkan dalam hukum, itu adalah konsep dalam hukum, termasuk di Indonesia.

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda