Minggu, 14 September 2025
Beranda / Berita / Aceh / Revisi UUPA Gagal Masuk Prolegnas Prioritas, Ini Analisis Akademisi

Revisi UUPA Gagal Masuk Prolegnas Prioritas, Ini Analisis Akademisi

Minggu, 14 September 2025 12:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Budi Ali Mukmin, dosen Universitas Negeri Medan. Foto: doc Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Medan - Gagalnya revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas kembali menimbulkan tanda tanya besar. Menurut Budi Ali Mukmin, dosen Universitas Negeri Medan, kegagalan ini bukan sekadar masalah teknis, tetapi juga menyangkut strategi politik dan cara membingkai isu di level nasional.

“Pertama, revisi UUPA gagal meyakinkan bahwa ia memiliki substansi yang kuat. Sebab, banyak pasalnya bersinggungan dengan undang-undang sektoral lain seperti pemilu, pemerintahan daerah, dan keuangan negara. DPR maupun pemerintah biasanya memprioritaskan rancangan yang siap secara teknis dan minim potensi benturan hukum. Kekosongan dan ketidaksinkronan substansi justru melemahkan daya dorong revisi UUPA,” ujar Budi saat diminta tanggapan Dialeksis, Minggu (14/9).

Ia melanjutkan, problem kedua terletak pada lemahnya narasi nasional yang melekat pada revisi UUPA. “Agenda ini sering dipersepsikan hanya sebagai isu lokal Aceh. Padahal dalam logika Prolegnas, rancangan undang-undang yang dianggap dekat dengan agenda nasional seperti reformasi kelembagaan, stabilitas ekonomi, dan konsolidasi demokrasi lebih mudah mendapatkan tempat,” kata Budi.

Aspek ketiga adalah strategi advokasi yang dinilai gagal membangun konsolidasi aktor kunci. Forum Bersama (Forbes) DPR/DPD RI asal Aceh, menurut Budi, tidak mampu mengunci definisi masalah yang tunggal, minim menyiapkan opsi kebijakan yang matang, serta gagal menjalin koalisi lintas fraksi maupun daerah. 

“Lobi yang sporadis dan lemahnya komunikasi politik dengan pimpinan partai nasional membuat peluang revisi UUPA masuk Prolegnas semakin tipis,” ujar Budi peneliti khusus Keacehan desertasinya. 

Budi menegaskan, ada dua solusi yang harus ditempuh jika Aceh ingin revisi UUPA mendapat perhatian di Senayan. Pertama, isu ini perlu dibingkai ulang bukan hanya sebagai kepentingan Aceh, tetapi juga bagian dari agenda nasional. Misalnya, penguatan otonomi asimetris untuk stabilitas politik, kepastian hukum bagi investasi, serta konsolidasi perdamaian.

Kedua, Forbes DPR/DPD asal Aceh perlu bertransformasi menjadi mesin lobi politik yang terencana. “Mereka harus punya peta jalan advokasi yang jelas dan paket opsi kebijakan dalam beberapa skenario kompromi. Dengan begitu, negosiasi tidak lagi bersifat sporadis, melainkan konsisten dan berorientasi pada hasil,” papar Budi.

Menurutnya, kegagalan revisi UUPA masuk Prolegnas harus dibaca sebagai peringatan serius. “Kalau pola lama dibiarkan, isu ini akan terus dianggap isu pinggiran. Aceh harus bisa menunjukkan bahwa revisi UUPA adalah kebutuhan nasional, bukan sekadar tuntutan lokal,” tutup Budi.

Keyword:


Editor :
Redaksi

perkim, bpka, Sekwan
riset-JSI
pelantikan padam
sekwan - polda
bpka - maulid
bpka