DIALEKSIS.COM| Takengon- Dampak musibah, ditengah keterbatasan, RSUD Datu Beru Takengon bertahan agar tidak kolaps. Layanan kesehatan tetap diperjuangkan para petugas medis, mereka harus kerja ekstra dalam konsisi prihatin.
Setiap harinya mobil jenazah harus bolak balik ke danau mengangkut air. Dalam keterbatasan minyak, ginset harus hidup full. Untuk memasak, awalnya dengan kayu bakar, kini pihak RSU harus menyediakan penanak nasi listrik yang besar.
Bahkan relawan untuk RSUD ini harus memasuki kawasan kem, Bener Meriah demi mendapatkan minyak, agar operasional RSUD tetap berjalan. Pengeluaran semakin besar, namun pihak RSU mampu bertahan dalam menyelamatkan pasien.
“Setiap harinya mobil jenazah harus bolak balik ke danau mengangkut air, ada kalanya dalam sehari mencapai 15 kali. Untuk menyedot air dibutuhkan minyak, sementara minyak kritis,”sebut Gusnarwin kepala RSUD Datu Beru, menjawab Dialeksis.com, di sela-sela kunjungan Presiden Prabowo ke Masjid Al Abrar, Kebayakan, Jumat (12/12/2025).
Untuk persoalan air saja, membutuhkan 50 liter minyak solar, ditambah pertalit untuk menyedot air dalam sehari. Sementara minyak langka di pasaran. Ketika ada yang membawa minyak di Kem, petugas kami dan relawan memburunya sampai ke sana, jelas Gusnarwin yang didampingi Wadir RSU Datu Beru, Winarno.
Semuanya dilakukan, sebut Gusnarwin, demi tetap terjaganya pelayanan kepada masyarakat. Apalagi ada yang cuci darah, tentunya membutuhkan air yang lumanyan banyak. Sumbernya untuk saat ini dari danau.
Demikian ketika mati listrik, jelasnya, untuk 24 jam operasional ginset di RSU, membutuhkan solar mencapai 300 liter. Ada bantuan dari Satgas Bencana, namun tidak mencukupi, terpaksa harus dicari kemana-mana dan dibeli dengan harga mahal.
Bahkan untuk mendukung agar listrik tetap menyala, ada kalanya ginset kecil yang menggunakan minyak pertalit juga dinyalakan.
“Soal memasak kami mempergunakan kayu bakar, namun biaya operasionalnya cukup tinggi. Untuk satu truk kayu bakar mencapai Rp 5 juta. Namun dengan menyalanya listrik, kini sudah tersedia penanak nasi, kayu sudah berkurang,”jelasnya.
“Kebutuhan makan pasien harus terpenuhi. Pelayanan medis harus optimal, dalam segala keterbatasan, kami harus mampu melakukanya,” kata Gusnarwin.
Sementara untuk tenaga medis juga terkena dampak musibah. Mereka kesulitan pangan, beras tidak ada di pasaran. Pernah mendapatkan bantuan beras dari relawan, dibagi rata 1 kilogram untuk satu tenaga medis, plus mie intans 3 bungkus.
“Kini petugas medis untuk makan siangnya, walau ala kadarnya, semuanya didata. Sama sama di masak di RSU, kemudian jatahnya diantar kesetiap ruangan. Soal lauk jangan ditanya dalam kondisi prihatin ini, asalkan nasi sudah masuk perut, sudah mampu untuk bertugas,” sebutnya.
Pihak RSU berupaya semaksimal mungkin, walau dalam keadaan bencana besar, tetap mempertahankan operasional RSU berjalan normal. “Kami berjuang, berupaya semampu kami,”sebutnya.
Sementara itu menurut Winarno jumlah pasien yang rawat jalan semakin meningkat. Bila sebelum bencana kisaranya antara 20 sampai 25 orang, kini mencapai 150 orang yang mendapatkan perawatan medis rawat jalan.
“Hal ini sudah mulai terbukanya area yang selama ini terisolir dan sudah adanya ketersedian minyak di pasaran walau harganya mahal. Para pasien sudah mengunjungi RSU untuk mendapatkan pelayanan medis,”kata Winarno.
Upaya yang dilakukan pihak RSU Datu Beru Takengon, disaat negeri ini diamuk bencana, mereka tetap bertahan. Memberikan pelayanan yang terbaik walau dalam kondisi memprihatinkan.