kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Said Habibi: Vaksinasi Sifatnya Pilihan Bukan Kewajiban

Said Habibi: Vaksinasi Sifatnya Pilihan Bukan Kewajiban

Selasa, 06 Juli 2021 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : akhyar

Ketua Serikat Mahasiswa Muslim Indonesia (SEMMI) Komisariat Malikussaleh Banda Aceh, Said Habibi menilai sikap pemaksaan program vaksinasi dalam Perpres 14/2021 tersebut telah menyalahi dengan Hak Asasi Manusia (HAM). [Foto: akh]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemerintah pusat gencar menekan ledakan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dalam program vaksinasi.

Bila masyarakat yang termasuk dalam sasaran penerima vaksin akan dikenakan sanksi administratif berupa penghentian jaminan sosial jika tak ikut program vaksinasi.

Sanksi ini tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.

Ketua Serikat Mahasiswa Muslim Indonesia (SEMMI) Komisariat Malikussaleh Banda Aceh, Said Habibi [Foto: Ist]

Ketua Serikat Mahasiswa Muslim Indonesia (SEMMI) Komisariat Malikussaleh Banda Aceh, Said Habibi menilai sikap pemaksaan program vaksinasi dalam Perpres 14/2021 tersebut telah menyalahi dengan Hak Asasi Manusia (HAM).

Ia juga tidak menampik kondisi dimana pemerintah perlu membatasi HAM dalam konteks penekanan wabah.

Akan tetapi, lanjut dia, pembatasan HAM yang dilakukan oleh negara untuk memastikan kepentingan publik yang lebih luas harus diatur melalui Undang-undang menurut UUD 1945. 

"Aturan yang seperti ini jelas diskriminasi. Bagaimana mungkin kebijakan mendasar yang diberikan kepada setiap warga harus dibatasi oleh vaksin yang mana nggak ada kewajiban di dalamnya. Karena vaksin itu sifatnya pilihan bukan kewajiban," kata Said Habibi kepada Dialeksis.com, Senin (5/7/2021) sore.

Lebih lanjut, Said Habibi menjelaskan, pengenaan sanksi dalam aturan tidak boleh melanggar HAM. Aturan sanksi dalam kesehatan publik tak boleh berupa sanksi pidana, melainkan yang lebih umum dan bersifat proporsional.

"Jika membaca Perpres tersebut, memang tidak dicantumkan sanksi pidana. Namun sanksi pidananya ditautkan dengan ketentuan dalam UU Wabah Penyakit Menular. Sehingga, hal ini sama saja seperti membuka peluang bagi aparat penegak hukum dalam memberikan sanksi pidana kepada mereka yang menolak untuk divaksin," jelasnya.

Adapun sanksi administrasi dalam Perpres 14/2021, kata Said, juga perlu dikritisi. Ia mengatakan, jaminan sosial atau Bantuan Sosial (bansos) merupakan hak bagi setiap masyarakat dan tidak bisa dibatasi karena tidak mengikuti Vaksinasi Covid-19.

Said menegaskan, penolakan vaksinasi tidak melulu harus dikaitkan dengan soal penolakan program pemerintah. Ia mengatakan, terdapat juga masalah-masalah lain yang membuat maayarakat tak mau divaksin, seperti sedikitnya pilihan vaksinasi atau minimnya merek vaksin sehingga menimbulkan keragu-raguan bagi warga.

"Menolak vaksin merupakan hak mendasar bagi semua orang sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945 dan Undang-undang Kesehatan untuk menentukan secara mandiri mengenai jenis layanan dan penanganan kesehatan sesuai dengan kehendak sendiri," pungkasnya. [akh]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda