DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Serikat Aksi Peduli Aceh (SAPA) menyesalkan masih adanya madrasah negeri di Banda Aceh yang belum mengembalikan pungutan biaya masuk kepada wali murid, meskipun praktik tersebut dinilai tidak memiliki dasar hukum.
SAPA menegaskan, seluruh pungutan itu harus dikembalikan sepenuhnya tanpa syarat, demi menjaga prinsip pendidikan gratis yang sudah menjadi kebijakan nasional.
“Madrasah negeri harus berkomitmen pada prinsip pendidikan gratis. Jika ada program lain yang dijadikan alasan untuk memungut biaya, itu sudah keluar dari koridor pendidikan, bahkan menyerupai praktik bisnis. Kalau kepala madrasah ingin berbisnis, silakan membuka sekolah swasta, bukan memungut biaya di sekolah negeri,” tegas Ketua SAPA, Fauzan Adami, kepada media dialeksis.com, Minggu (17/8/2025).
Fauzan mengapresiasi langkah Ombudsman RI Perwakilan Aceh yang menindaklanjuti laporan wali murid terkait pungutan tersebut.
Menurutnya, kehadiran Ombudsman menjadi angin segar dalam mengawal hak-hak masyarakat agar tidak terus dirugikan oleh praktik ilegal di dunia pendidikan.
“Kami mendukung penuh langkah Ombudsman. Jika ada madrasah yang menolak mengembalikan uang pungutan, maka harus diproses secara hukum,” ujarnya.
SAPA menilai, pungutan liar di madrasah negeri sudah menjadi praktik lama yang terus berulang, sehingga keberanian lembaga pengawas dan aparat hukum sangat dibutuhkan untuk menghentikan tradisi yang merugikan rakyat.
Lebih jauh, Fauzan menegaskan bahwa pungutan biaya masuk jelas bertentangan dengan kebijakan pendidikan gratis yang merupakan program nasional.
Menurutnya, praktik semacam ini berpotensi menciptakan kesenjangan sosial dalam dunia pendidikan, di mana akses sekolah negeri justru lebih mudah dinikmati kalangan mampu.
“Bagi keluarga mampu, membayar Rp3 juta bahkan Rp6 juta mungkin bukan masalah. Tapi bagi masyarakat miskin, ini beban yang sangat berat dan jelas tidak adil. Akhirnya pendidikan di madrasah negeri hanya bisa diakses oleh kalangan kaya, padahal sekolah negeri seharusnya terbuka untuk semua lapisan masyarakat,” ungkapnya.
SAPA juga mengingatkan agar wali murid dari kalangan menengah ke atas tidak turut melanggengkan praktik pungutan tersebut.
"Kalau memang ingin membayar, sekolahkan anaknya ke sekolah swasta. Jangan merusak sistem pendidikan gratis dengan mendukung pungutan yang tidak sah,” kata Fauzan.
Menurut Fauzan, dalih kekurangan dana operasional tidak bisa dijadikan alasan bagi madrasah negeri untuk melakukan pungutan. Ia menegaskan, sekolah negeri sudah mendapat alokasi Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sementara gaji guru sepenuhnya ditanggung negara.
“Kalau guru atau komite sekolah ingin mencari keuntungan lebih, silakan dirikan sekolah swasta. Jangan merusak marwah sekolah negeri dengan cara-cara seperti ini,” tambahnya.
SAPA juga mendesak aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti kasus pungutan liar tersebut. Fauzan menegaskan bahwa dugaan penyelewengan dana BOS maupun pungutan ilegal yang terjadi selama bertahun-tahun harus dibuka secara terang benderang.
“Kalau ada unsur penyelewengan, harus segera diproses secara hukum. Jangan biarkan pungutan liar ini terus membebani masyarakat dan merusak kepercayaan publik terhadap pendidikan negeri,” pungkasnya. [nh]