kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Sengkarut Legalitas PT PBM, Ramli SE Perjuangkan Hak Rakyat

Sengkarut Legalitas PT PBM, Ramli SE Perjuangkan Hak Rakyat

Rabu, 01 Desember 2021 19:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Wakil Ketua DPRK Aceh Barat, Ramli SE [Foto: Serambinews.com]

DIALEKSIS.COM | Aceh Barat - Seminggu yang lalu, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat, Ramli SE menyerahkan serangkaian data ke Polres Aceh Barat untuk diselidiki terkait izin pengangkutan material batubara dan izin Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) PT Prima Bara Mahadana (PBM) yang diduga sudah kadaluarsa.

Hingga saat ini, Ramli SE mengatakan, pihaknya belum tahu bagaimana perkembangan proses perkara yang ditangani oleh pihak kepolisian setempat. Ia juga mengaku dalam waktu dekat pihaknya akan kembali mempertanyakan kelanjutan proses dari data temuan yang sudah diserahkan kepada Polres Aceh Barat.

"Mungkin apakah pihak polisi sudah melakukan pengecekan atau belum, dalam beberapa hari ini kita akan tanyakan kembali. Karena semua datanya sudah kita serahkan kepada pihak berwajib," kata Ramli SE kepada reporter Dialeksis.com, Aceh Barat, Rabu (1/12/2021).

Tak hanya ke aparat kepolisian, Ramli SE mengabarkan jika pada hari Senin, 29 November 2021, pihaknya telah beraudiensi dengan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh, serta Anggota DPRA Komisi II untuk menyerahkan dokumen dan membuat laporan resmi kepada Instansi Pemerintahan Aceh.

"Sudah kita surati langsung. Kemarin langsung kita ketemu dengan DLHK Aceh, dan disambut oleh sekretarisnya. Juga ke DPRA Komisi II sudah kita serahkan laporan dari kita," ujarnya.

Fraksi PAN Aceh Barat Bersikukuh Pada Pendirian

Di sisi lain, soal dualisme yang terjadi antar sesama anggota DPRK Aceh Barat terhadap PT PBM, Ramli SE menegaskan, pihak fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) tetap bersikukuh pada pendirian.

Fraksi PAN di Aceh Barat, kata dia, tetap menolak PT PBM karena berdasarkan temuan mereka di lapangan, PT PBM banyak mengangkangi ketentuan.

Terutama, lanjutnya, soal izin Amdal. Ramli SE menjelaskan, terdapat dua bagian Amdal, yaitu Amdal Lingkungan dan Amdal Limbah Cair.

Untuk Amdal Lingkungan, ia mengatakan, izin Amdal tersebut sudah pernah diterbitkan pada tahun 2011. Namun, PT PBM selama tiga tahun berturut-turut tak melakukan kegiatan, maka dengan sendirinya Amdal lingkungan tersebut kadaluarsa.

Sementara Amdal Limbah Cair, Ramli SE menegaskan bahwa izin Amdal Limbah Cair untuk PT PBM sama sekali belum ada. Padahal, kata dia, Amdal Limbah Cair sangat dibutuhkan untuk mengukur dampak lingkungan yang terjadi saat PT PBM beroperasi.

Ia menegaskan, soal sengkarut legalitas PT PBM, fraksi PAN di Aceh Barat tetap memihak kepada rakyat.

"Kami tetap memihak kepada rakyat. Nggak akan memihak kepada perusahaan yang tidak benar," tegasnya.

Janji Manis PT PBM, Derita Bagi Warga

Fraksi PAN di Aceh Barat juga menolak kegiatan PT PBM karena menyangkut dengan pembebasan ganti rugi lahan warga. 

Berdasarkan pemantauan dia ke lapangan, pemakaian bidang tanah milik warga oleh perusahaan, tidak pernah dilakukan biaya ganti rugi. Malahan, kata dia, pihak perusahaan mengiming-imingi para warga dengan janji pembagian hasil.

Sementara tolak ukur pembagian hasil juga tidak jelas. Karena Memorandum of Understanding (MoU), jelas dia, tidak pernah dilakukan dengan masyarakat pemilik tanah.

"Saya sudah berjumpa dengan masyarakat, pihak masyarakat menyampaikan, saya ada tanah sekian hektar tapi ganti rugi. Saya tanya, ganti ruginya bagaimana, ada MoU? Nggak ada! Apa juga, dijanji-janji saja!" ungkap Ramli SE.

Ramli SE Tak Setuju Izin Lintas Dipakai Jalan Kabupaten

Ramli SE menegaskan, dirinya juga tak setuju izin lintas angkutan batubara PT PBM yang dikeluarkan oleh Bupati Aceh Barat, Ramli MS.

Penegasan mengapa ia tak setuju ialah karena Bupati Aceh Barat membolehkan jalan lintas kabupaten yang sejauh 28 Km dipakai PT PBM untuk membawa angkutan material batubara ke Pelabuhan Calang, Aceh Jaya.

Sebenarnya, kata dia, pemberian izin lintas ke perusahaan di jalan kabupaten juga harus meminta persetujuan dari pihak DPRK. Karena jalan kabupaten juga merupakan aset tidak bergerak.

"Jalan kabupaten yang digunakan untuk transportasi angkutan batubara itu kalau rusak bagaimana? Berapa banyak nanti menghabiskan uang anggaran," tegas dia.

Belum lagi, sambungnya, soal kenyamanan para pengguna jalan. Seandainya terjadi kecelakaan nanti, pihak mana yang akan bertanggungjawab.

Ramli SE menegaskan, seharusnya Bupati Aceh Barat sebelum mengeluarkan izin lintas, meminta dulu bukti polis ansuransi ke pihak PT PBM.

Sehingga, kata dia, semisal terjadi sesuatu hal yang mengenakkan di jalan, perusahaan bisa memberi jaminan keselamatan kepada para pengguna jalan.

"Saya sangat kesal. Karena bukan apa-apa, itu jalan kabupaten lho. Bupati Aceh Barat nggak minta syarat apa-apa, langsung diberikan izin lintas pengangkutan batubara," tegasnya.

Ramli SE Gusar, Kenapa?

Kegusaran Ramli SE kini berlanjut. Soalnya, pemakaian tenaga kerja putra daerah oleh PT PBM, terutama area ring satu dan ring dua, belum jelas sudah berapa persen.

"Kalau PT MIFA kita sudah jelas kemarin, sudah 75 persen tenaga kerja putra daerah, ada MoU-nya juga. Tapi PT PBM ini, nggak jelas," tuturnya.

"Ini kami lihat kebanyakan tenaga kerja dipakai orang dari luar Aceh Barat. Sebenarnya status perusahaannya itu, tenaga kerjanya harus pakai ring satu atau ring dua. Karena mereka sebagai pagar bagi perusahaan," sambungnya lagi.

Harap DPRA Turun Inspeksi Aceh Barat dan Aceh Jaya

Sementara soal dugaan maladministrasi izin stockpile (penumpukan batubara) di Pelabuhan Calang, Aceh Jaya, Ramli SE tak mau berkomentar banyak, karena wilayah Aceh Jaya merupakan ranah pengawasan pihak DPRK di sana.

Ramli SE juga mengaku pernah menerima sejumlah pesan Whatsapp dari anggota DPRK di Aceh Jaya yang menyampaikan polemik PT PBM di sana. 

Namun, Ramli SE belum merespons pesan tersebut, karena dirinya belum turun melihat kondisi penumpukan batubara di Pelabuhan Calang.

"Karena kita ke kabupaten orang agak susah juga. Karena tugas saya kan di Aceh Barat. Kecuali saya anggota DPRA mungkin bisa saya pantau langsung ke sana. Mudah-mudahan juga pihak DPRA yang sudah kita surati kemarin, oleh Komisi terkait mau turun menginspeksi ke lapangan," pintanya.

Ramli SE Ingatkan Bupati Aceh Barat

Di kesempatan yang sama, Wakil Ketua DPRK Aceh Barat itu juga mengingatkan agar Bupati Aceh Barat, Ramli MS tak terjebak pada kesalahan yang sama soal pemberian izin lintas kepada perusahaan.

Karena, Ramli SE mengatakan, pada tahun 2012, di masa transisi pergantian kepemimpinan Aceh Barat, Ramli MS (Bupati Aceh Barat saat itu) pernah mengeluarkan izin lintas kepada perusahaan PT MIFA dulu.

"Begitu beliau habis masa jabatan, jalannya rusak. Untung kontribusi untuk daerah dulu masih ada, ada sumbangan pihak ketiga. Tapi kalau sekarang tidak ada lagi, nggak boleh lagi," ujarnya.

"Jalan yang dipakai sempat rusak. Jadi, dari pihak PT MIFA ada memberi kontribusi untuk daerah sekitar 4-5 milyar setiap tahun dulu. Tapi kalau PT PBM, kita nggak tahu apa-apa. Sampai hari ini kita belum dapat bukti apa yang sudah diperbuat untuk Aceh Barat," sambungnya.

Ramli SE menegaskan, seandainya Pemkab Aceh Barat menerima kontribusi dari PT PBM sedangkan perusahaan tersebut legalitasnya belum memenuhi syarat, maka Pemkab Aceh Barat dianggap sama halnya seperti memungut pungli kepada perusahaan.

"Kita bukan nggak setuju investor masuk, kita sangat setuju. Tapi paling tidak mainlah dengan cantik. Jangan asal main serobot-serobot saja," tutupnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda