kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Seorang Guru di Aceh Timur Balas Opini “15 Tahun Pendidikan Aceh Terpuruk”

Seorang Guru di Aceh Timur Balas Opini “15 Tahun Pendidikan Aceh Terpuruk”

Senin, 08 Agustus 2022 16:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Guru di Aceh Timur, Syariful Azhar. [Foto: Facebook/Syariful Azhar]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Tulisan opini berjudul “15 Tahun Pendidikan Aceh Terpuruk” yang ditulis oleh Ketua Lembaga Pemantau Pendidikan Aceh (LP2A), Dr Samsuardi MA dimuat di Koran Harian Serambi Indonesia ternyata mendapat kritikan. 

Secara garis besar, Dr Samsuardi menjelaskan bahwa selama tiga periode Pemerintahan Aceh, Irwandi-Nazar (2007-2011), Zaini-Muzakir (2012-2017), dan Irwandi-Nova Iriansyah (2017-2022), sektor pendidikan Aceh makin terpuruk yang ditandai dengan tingkat Ujian Nasional (UN) siswa Aceh hingga tahun 2013 terendah secara nasional di bawah Papua.

Bahkan, argumennya diperkuat dengan hasil pemantauan pelaksanaan UN tahun 2019, yang terbukti tidak ada perbaikan apapun atas rendahnya kelulusan siswa (SMA/ SMK) Aceh yang capaian nilainya malah di peringkat akhir nasional dari seluruh provinsi lain di Indonesia dengan nilai rata-rata 40.0 poin.

Menurut Dr Samsuardi, untuk mengukur mutu kelulusan siswa suatu daerah bukanlah didasarkan pada tingginya persentase kelulusan SBMPTN, melainkan seberapa tinggi capaian skor nilai rata-rata kelulusan siswa Aceh jika dibandingkan dengan daerah lain di 34 provinsi Indonesia.

Di sisi lain, salah seorang guru di Aceh Timur, Syariful Azhar menyatakan, argumentasi yang ditulis dalam opini tersebut perlu diluruskan beberapa hal agar tidak ikut tersesat, karena menurutnya, biasanya tulisan seorang Dokter itu komprehensif, argumentatif dan sarat dengan logika yang didasarkan pada fakta, bukan asumsi yang apalagi bersifat hipotatif.

Menurut Syariful Azhar, ada beberapa yang perlu diluruskan, namun ia hanya memaparkan satu hal saja, yaitu dalam dunia pendidikan dikenal teori Input, proses, output, out-come.

“Sang Doktor (Dr Samsuardi) dalam opininya hanya membahas outcome, tanpa menyentuh sedikitpun aspek lainnya, aspek input umpamanya, peserta didik SMA dan SMK termasuk MA, berasal dari jenjang pendidikan dasar telah mengalami proses belajar yang panjang lebih kurang 9 atau 10 tahun,” tulis Syariful Azhar di facebooknya sebagaimana dikutip reporter Dialeksis.com, Senin (8/8/2022).

Ia melanjutkan, pada jenjang ini siswa diberikan dasar yang kokoh untuk memaham pengetahuan, bahasa dan matematika, peran pemerintah daerah Tk II, dalam hal Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab/Kota sebagai leading sektor untuk jenjang SMP dan SD dan Kemenag Kab/Kota untuk jenjang MTS dan MI mempunyai peran utama untuk menjamin agar siswa tersebut siap secara kompetensi untuk masuk ke jenjang SMA dan SMK.

Ia menambahkan bahwa hal inilah yang dinamai dengan Input, bahwa input ini amat mempengaruhi proses, output dan outcome, sama sekali tidak dibahas pada opini ini, seolah-olah keterpurukan pendidikan cuma tanggung jawab SMA dan SMK saja.

“Dalam hal ini menjadi tanggung jawab Dinas Pendidikan Provinsi, Anda menutup mata peran jenjang di bawahnya atau jenjang lembaga lain yang selevel dengan SMA dan SMK, padahal kalau kita analogikan dengan membuat kue, kue yang enak dan kualitasnya bagus tentu harus dibuat dari bahan yang punya kualitas bagus, bahan tadi dapat kita ibaratkan sebagai input pada jenjang SMA dan SMK, pada level input tentu ini bukan tanggung jawab SMA dan SMK,” ucapnya.

Karena itu, tambah dia, outcome dipengaruhi oleh input secara sederhana dapat dipahami bahwa mutu pendidikan itu menjadi tanggungjawab seluruh komponen masyarakat, bukan menjadi tanggungjawab Dinas Pendidikan Aceh, tapi juga tanggungjawab Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab/Kota, dan Kantor Kemenag pada level Madrasah, jadi sekali lagi menyalahkan Satu Dinas untuk keterpurukan Pendidikan di Aceh merupakan salah satu bentuk kesesatan logika bepikir.(Akh)

Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda