kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / SMuR Lhokseumawe: Polresta Banda Aceh Langgar Prosedur dalam Tes Urine Demonstran

SMuR Lhokseumawe: Polresta Banda Aceh Langgar Prosedur dalam Tes Urine Demonstran

Jum`at, 06 September 2024 16:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Ketua SMuR Lhokseumawe, Rizal Bahari. [Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua SMuR Lhokseumawe, Rizal Bahari, mengkritik keras tindakan Polresta Banda Aceh yang melakukan tes urine terhadap sejumlah demonstran yang ditahan setelah terjadi kericuhan di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Banda Aceh. 

Rizal menilai langkah tersebut telah menyalahi prosedur yang seharusnya diterapkan dalam penanganan demonstran.

"Tes urine narkoba biasanya digunakan untuk membuktikan keterlibatan seseorang dalam kasus narkotika, seperti apakah mereka pengguna atau pengedar. Namun, dalam konteks ini, polisi justru melakukan tes urine terhadap para mahasiswa yang ditahan karena diduga terlibat kerusuhan dalam unjuk rasa. Hal ini jelas melanggar prosedur," ujar Rizal Bahari kepada Dialeksis.com, Jumat (6/9/2024).

Rizal menambahkan, tes urine yang dilakukan terhadap demonstran tersebut tidak relevan dengan tuduhan utama, yaitu keterlibatan dalam kerusuhan.

"Apabila narkoba dianggap sebagai penyebab kerusuhan, faktanya urine para mahasiswa tersebut tidak mengandung zat narkotika yang menyebabkan perilaku agresif seperti kokain dan atau methamphetamine. Malahan, mereka ditemukan positif ganja, yang secara ilmiah tidak menyebabkan perilaku agresif," tegas Rizal.

Seperti yang dilaporkan berbagai media, unjuk rasa yang digelar pada 29 September 2024 di depan Gedung DPRA bertujuan untuk memprotes kebijakan represif aparat dalam menangani massa aksi "Tolak RUU Pilkada" serta menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Aceh. 

Polisi menahan 16 mahasiswa yang dianggap melakukan tindakan anarkis. Mereka dipaksa menjalani tes urine di Polresta Banda Aceh, dan keesokan harinya, Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Fahmi Irwan Ramli, mengumumkan bahwa tujuh dari 16 mahasiswa tersebut positif narkotika jenis ganja.

Menanggapi hal tersebut, Rizal Bahari menegaskan bahwa tindakan polisi yang memaksa massa aksi untuk menjalani tes urine adalah langkah yang tidak prosedural dan justru menimbulkan dugaan bahwa aparat mencoba memburukkan citra gerakan mahasiswa.

"Kami menduga pernyataan terkait mahasiswa yang dinyatakan positif ganja dilakukan di bawah tekanan. Beberapa mahasiswa yang ditangkap bahkan mengalami kekerasan fisik, terbukti dari adanya lebam dan luka di tubuh mereka. Selain itu, proses tes urine juga tidak dilakukan secara transparan di hadapan para mahasiswa yang ditangkap. Ini menimbulkan kecurigaan bahwa ada manipulasi dalam hasil tes tersebut untuk mendiskreditkan gerakan mahasiswa," ungkap Rizal.

Rizal menegaskan bahwa mahasiswa yang ditahan bukanlah kriminal, melainkan kaum muda yang berani memperjuangkan hak-hak buruh dan menentang kebijakan yang dianggap merugikan rakyat. 

Menurutnya, meskipun mereka bukan anggota SMuR, para demonstran tersebut adalah kaum revolusioner yang berpartisipasi dalam perjuangan demi kesejahteraan bersama.

"Jika hasil tes urine menunjukkan bahwa mereka positif ganja, apakah itu berarti menghilangkan nilai kebenaran dari perjuangan mereka? Apakah pengalaman mereka dalam merespon kondisi sosial yang tidak adil harus dianggap bohong? Polisi seharusnya tidak terus-menerus mencoba membodohi rakyat," kata Rizal.

Aksi untuk memprotes kebijakan represif aparat dalam menangani massa aksi "Tolak RUU Pilkada" serta menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Aceh di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Banda Aceh. [Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]

Dia juga menyindir institusi kepolisian yang dianggapnya tidak becus dan justru terlibat dalam tindakan represif terhadap mahasiswa. 

"Yang brutal bukan mereka yang positif ganja, tapi pihak kepolisian yang menyiksa massa aksi," ujar Rizal dengan tajam.

SMuR Lhokseumawe dan jaringan mahasiswa lainnya berencana melaporkan balik oknum polisi yang terlibat dalam kekerasan terhadap demonstran. 

Rizal menyatakan bahwa mereka telah mengumpulkan bukti yang cukup kuat untuk melawan tindakan represif yang dilakukan oleh aparat kepolisian.

Dalam hal ini, kasus ini menambah daftar panjang polemik antara aparat penegak hukum dan gerakan mahasiswa yang sering kali memperjuangkan hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat. 

Ke depan, harapan akan munculnya penyelesaian yang adil dan menghormati hak-hak asasi manusia menjadi perhatian utama berbagai pihak.

"Kami meminta semua mahasiswa yang terlibat dalam aksi ini untuk bersabar. Kami akan melanjutkan proses hukum terhadap oknum polisi yang telah melakukan kekerasan. Kebenaran akan terungkap, dan kami tidak akan mundur dalam perjuangan ini," tutup Rizal. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda